Terseret Negosiasi yang Berjalan Lambat, Pemerintah Putus dari LG

- Pemerintah Indonesia memutus kerja sama dengan LG Energy Solution karena proses negosiasi terlalu lama.
- Huayou dari Cina ditunjuk sebagai pengganti LG untuk memimpin konsorsium proyek baterai kendaraan listrik.
- Keputusan ini diambil untuk menjaga momentum dan memastikan proyek strategis ini bisa segera terealisasi.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia mengambil keputusan tegas terkait proyek ambisius "Indonesia Grand Package", pengembangan rantai pasok baterai kendaraan listrik terintegrasi senilai US$9,8 miliar. Indonesia memutuskan mengakhiri kerja sama dengan LG Energy Solution dan menunjuk Huayou, perusahaan asal Cina, sebagai mitra baru. Pergantian mitra strategis ini dipicu proses negosiasi yang berjalan terlalu lambat.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menyatakan keputusan untuk mengakhiri kerja sama tersebut diambil secara sepihak oleh pemerintah Indonesia, bukan atas keinginan LG.
"Sebetulnya bukan dari mereka yang memutus, tapi justru dari kami," kata Rosan dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/4). Keputusan ini, lanjutnya, telah disampaikan melalui surat Menteri ESDM kepada CEO LG Chem dan LG Energy Solution tertanggal 31 Januari 2025.
Alasan utama di balik keputusan ini adalah proses negosiasi yang berlarut-larut. Rosan menjelaskan, negosiasi dengan LG dan konsorsium Korea Selatan yang mereka pimpin telah berjalan lima tahun tanpa kepastian realisasi proyek. Pemerintah memerlukan percepatan pelaksanaan proyek strategis demi hilirisasi dan transisi energi.
“Kita ingin semuanya berjalan cepat. Kalau negosiasi sampai lima tahun, ya itu terlalu lama,” ujarnya.
Huayou sebagai pengganti LG
Sebagai pengganti LG, pemerintah menunjuk Huayou. Perusahaan asal Cina ini dinilai memiliki rekam jejak investasi yang baik di Indonesia, termasuk di kawasan industri Weda Bay. Huayou kini akan memimpin konsorsium yang sebelumnya di bawah kepemimpinan LG.
“Teknologi mereka sudah siap dan mereka juga sudah punya sumber daya serta pengalaman beroperasi di Indonesia,” kata Rosan.
Rosan menegaskan, nilai investasi keseluruhan untuk proyek terintegrasi ini tidak berubah, tetap sebesar US$9,8 miliar. Proyek ini juga akan terus melibatkan perusahaan nasional seperti PT Aneka Tambang (Antam) dan Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam format usaha patungan (joint venture).
“Kita sudah bertemu langsung dengan pihak Huayou. Respons mereka sangat positif. Sejak 2024, mereka sudah menunjukkan minat untuk memimpin proyek ini,” ujarnya.
Pemerintah meyakini pergantian mitra ini tidak akan menghambat proyek, justru sebaliknya akan mempercepat realisasi. Langkah tegas ini diambil untuk menjaga momentum proyek strategis nasional, sejalan dengan semangat hilirisasi dan transisi energi.
"Investasi ini adalah komitmen jangka panjang. Para mitra tentu melihat aspek stabilitas dan kepastian. Karena itu, langkah tegas pemerintah ini justru menunjukkan keseriusan kita dalam menciptakan ekosistem investasi yang lebih efektif," kata Rosan.
Berbeda dari penjelasan pemerintah, sebagaimana diberitakan sebelumnya, konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG dilaporkan memutuskan menarik proyek senilai 11 triliun won (setara sekitar Rp130,7 triliun pada kurs saat itu) terkait rantai pasokan baterai EV di Indonesia.
Laporan tersebut menyebutkan, penarikan dilakukan setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia, merujuk pada adanya pergeseran lanskap industri EV global, khususnya perlambatan sementara permintaan.
Meskipun kerja sama dalam "Indonesia Grand Package" berakhir, LG menyatakan akan tetap melanjutkan bisnis yang telah berjalan di Indonesia. Salah satunya adalah pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), sebuah usaha patungan antara LG dengan Hyundai Motor Group di Karawang, Jawa Barat.