Jakarta, FORTUNE - Eskalasi baru terjadi dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, pemerintah AS mengambil langkah drastis dengan memberlakukan tarif impor sangat tinggi, mencapai 245 persen, terhadap berbagai produk yang berasal dari Cina.
Kebijakan ini diumumkan sebagai respons langsung terhadap meningkatnya kekhawatiran akan keamanan nasional dan tingginya tingkat ketergantungan ekonomi Amerika Serikat pada pasokan komoditas penting dari negara-negara yang dianggap sebagai pesaing strategis.
Langkah signifikan ini bukan tanpa dasar. Dalam pernyataan resminya, Gedung Putih menjelaskan ketergantungan yang berlebihan pada mineral-mineral penting dari luar negeri, terutama dari Cina, telah menciptakan kerentanan yang substansial dalam pertahanan dan stabilitas ekonomi Amerika Serikat.
“Mineral penting, termasuk unsur tanah jarang, adalah komponen utama bagi industri pertahanan kami. Ketergantungan ini membuat ekonomi dan sektor keamanan nasional kami rentan terhadap gangguan rantai pasok dan pemaksaan ekonomi,” demikian Gedung Putih dalam pernyataan resminya, Rabu (16/4).
Sejumlah mineral strategis seperti galium, germanium, antimon, dan berbagai jenis logam tanah jarang menjadi material vital dalam berbagai sistem teknologi canggih. Ini termasuk mesin jet, sistem kendali rudal, radar, hingga peralatan komunikasi militer. Mengingat dominasi Cina yang sangat kuat dalam rantai pasokan global untuk komoditas-komoditas tersebut, kekhawatiran yang dirasakan oleh Amerika Serikat semakin beralasan.
Ketegangan semakin meningkat ketika Cina mengambil langkah balasan dengan menghentikan ekspor enam jenis logam tanah jarang berat dan magnet tanah jarang ke Amerika Serikat. Tindakan ini secara luas dinilai sebagai upaya nyata dari Cina untuk memanfaatkan dominasinya atas bahan mentah sebagai instrumen geopolitik yang ampuh.