Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Kantor Pusat Boeing. (unsplash.com/svenpiper)
Kantor Pusat Boeing. (unsplash.com/svenpiper)

Jakarta, FORTUNE - Boeing kembali mencatat kerugian besar. Produsen pesawat asal Amerika Serikat itu membukukan rugi kuartalan sebesar US$5,4 miliar atau sekitar Rp 89,84 triliun.

Dilansir dari DW, kerugian ini disebabkan oleh denda mencapai US$5 miliar atau sekitar Rp83,18 triliun akibat penundaan pengiriman perdana pesawat 777X hingga tahun 2027. Selain denda, Boeing juga harus menanggung kompensasi kepada pelanggan karena keterlambatan tersebut.

CEO Boeing, Kelly Ortberg, sebelumnya mengakui perusahaan masih menghadapi hambatan sertifikasi dan penyelesaian sejumlah pekerjaan teknis. Ia menyebut perusahaan memang terlambat dalam proses sertifikasi, meski belum mengumumkan penundaan baru setelah jadwal pengiriman terakhir yang direncanakan pada 2026.

Tipe 777X merupakan bagian penting dari strategi Boeing untuk segmen pesawat berbadan lebar, menggantikan peran seri 747 dan 777 dalam rute internasional jarak jauh. Namun, serangkaian penundaan sejak penerbangan perdana pada 2020 menekan biaya pengembangan. Total biaya yang terakumulasi mencapai US$15 miliar atau sekitar Rp249,63 triliun.

Ortberg menegaskan komitmen perusahaan untuk menyelesaikan pengembangan pesawat tersebut. “Meskipun kami kecewa dengan penundaan jadwal 777X, pesawat ini terus berkinerja baik dalam uji terbang, dan kami tetap fokus pada pekerjaan yang akan datang untuk menyelesaikan program pengembangan kami dan menstabilkan operasi kami untuk memulihkan kinerja perusahaan sepenuhnya dan memulihkan kepercayaan dengan semua pemangku kepentingan kami,” ujar Ortberg.

Melansir Reuters, pasar pesawat berbadan lebar saat ini mengalami kekurangan pasokan yang “sangat akut,” ujar CEO AerCap Aengus Kelly, perusahaan leasing pesawat terbesar di dunia. Lufthansa, salah satu yang terkena imbas penundaan tak berkomentar. Namun, Lufthansa berulang kali menyayangkan keterlambatan pengiriman Boeing, dengan menyatakan bahwa perlambatan tersebut menghentikan maskapai dalam memperbarui armada yang sudah menua dan menekan biaya bahan bakar.

Keterlambatan yang terus berlangsung membuka peluang bagi Airbus untuk memperkuat dominasinya di pasar pesawat jarak jauh melalui A350. Situasi ini terjadi di saat permintaan perjalanan internasional sedang kembali pulih dan maskapai aktif melakukan pemesanan armada baru.

Menjelang pengumuman kinerja keuangan, saham Boeing turun sekitar 1 persen. Sejumlah analis di Wall Street telah mengantisipasi kabar negatif terkait program 777X.

Meski mencatat rugi, pendapatan kuartalan Boeing mencapai US$23,3 miliar atau sekitar Rp387,78 triliun, naik 30 persen dibanding periode yang sama tahun lalu dan melampaui proyeksi analis. Perusahaan juga mencatat arus kas bebas positif senilai US$238 juta, pertama kalinya sejak 2023.

Boeing berniat bangkit dari performa buruk pada 2024, ketika rugi bersih mencapai US$11,8 miliar atau Rp196,36 triliun. Perusahaan terus berupaya mengatasi masalah kualitas dan produksi pada 737 MAX setelah sejumlah insiden serius serta pencabutan sertifikasi di masa lalu.

Percepatan produksi mulai terlihat. Setelah pemogokan tenaga kerja yang berlangsung September–November 2024 dan melibatkan lebih dari 30.000 karyawan selesai, Boeing mengirimkan 55 pesawat pada September, angka tertinggi untuk bulan tersebut sejak 2018, melonjak dari 33 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Editorial Team