Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
AGS_7158 copy.jpg
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas saat mengisi sesi diskusi Indonesia Summit 2025 yang digelar di The Tribrata, Jakarta, pada Rabu (27/8). (dok. IDN)

Intinya sih...

  • Percepatan itu dibutuhkan untuk memastikan kelangsungan operasionalisasi tambang hingga 2061.

  • Perusahaan memproyeksikan peningkatan produksi emas secara bertahap.

  • Freeport juga memiliki perjanjian pasokan emas dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Kepastian divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi perhatian Direktur Utama Tony Wenas. Dia menyatakan penambahan porsi 12 persen untuk Indonesia baru dapat terealisasi setelah 2041.

Kendati telah ada kesepahaman awal terkait divestasi, Tony mengatakan perlu ada kepastian yang lebih cepat agar perpanjangan operasi berjalan mulus dan tidak mengganggu keberlanjutan produksi.

“Saya sebutnya kesepahaman karena belum ada yang tertulis, bahwa pertambangan ini akan bisa diperpanjang sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu sampai life of mine atau sampai seumur tambang,” kata Tony dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR yang disiarkan secara virtual, Selasa (24/11).

Kepastian hukum mengenai kelanjutan izin operasionalisasi hingga 2061 menjadi kunci bagi Freeport untuk berinvestasi lebih besar dalam eksplorasi jangka panjang. Dengan tambahan waktu operasional tersebut, Freeport bakal mendapatkan ruang memperdalam eksplorasi.

“Dengan adanya kepastian, kami bisa melakukan eksplorasi detail yang biayanya besar untuk kegiatan setelah 2041. Kami yakin area itu memiliki sumber daya sangat besar,” kata Tony.

Ia menjelaskan eksplorasi terperinci membutuhkan waktu 3–4 tahun, diikuti proses desain engineering 3–4 tahun, lalu studi kelayakan sekitar 3–4 tahun. Karena prosesnya panjang, Tony menegaskan pentingnya percepatan penandatanganan divestasi agar tidak terjadi penurunan produksi mendekati 2041.

“Lebih cepat lebih bagus, supaya tidak terjadi depleting atau pengurangan produksi,” ujarnya.

Di sisi lain, Freeport memproyeksikan produksi emas meningkat signifikan sejalan dengan pemulihan Tambang Grasberg Block Cave (GBC) yang ditargetkan beroperasi penuh mulai 2027. Tony menyebut produksi emas akan bertahap naik, mulai dari tahun 2026 menjadi 26 ton, kemudian 2027 menjadi 39 ton.

“Pada 2028 dan 2029 produksi emas bisa mencapai 43 ton,” katanya.

Selain GBC, Freeport juga tengah membangun tambang bawah tanah keempat di kompleks yang sama, yakni Tambang Kucing Liar. Namun, operasionalisasinya mundur setahun akibat insiden, sehingga ditargetkan mulai berproduksi pada 2029.

Tony juga menyampaikan bahwa Freeport memiliki perjanjian pasokan emas dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Melalui kerja sama ini, Freeport akan memasok hingga 30 ton emas per tahun, bahkan lebih, jika dibutuhkan.

“Kami lebih senang kalau produk emas kami bisa 100 persen dijual ke PT Antam,” ujarnya.

Dengan proyeksi produksi yang meningkat dan asumsi harga komoditas tetap tinggi, Tony memperkirakan pendapatan negara dari Freeport pada 2028–2029 bisa melampaui US$6 miliar per tahun, atau hampir Rp100 triliun.

Menurutnya, kombinasi kepastian regulasi, perpanjangan IUPK, dan eksplorasi jangka panjang akan memastikan pengoperasian Freeport tetap stabil sekaligus memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional.

Saat ini pemerintah memiliki 51 persen saham PTFI dibandingkan pemilik awal, Freeport-McMoran, yang tinggal memiliki sekitar 49 persen saham. Artinya jika divestasi ini berjalan mulus, Indonesia bakal menguasai 63 persen saham PTFI, dan sisanya dipegang oleh Freeport-McMoran.

 

Editorial Team