Jakarta, FORTUNE – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menyoroti praktik hubungan kerja eksploitatif oleh PT Pos Indonesia (Persero) terhadap sekitar 15 ribu pekerja mitra. Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan bahwa sistem kemitraan yang diberlakukan bukan hanya melanggar hukum, tetapi bentuk perbudakan di era modern.
KSPI dan Partai Buruh menemukan adanya jam kerja yang tidak manusiawi. Contohnya, mitra PT Pos Indonesia, yakni O-Ranger Loket harus bekerja minimal 200 jam setiap bulan. Jika target tidak tercapai, mereka dikenakan denda Rp100 per menit.
Bahkan, mitra PT Pos Indonesia lainnya, yaitu O-Ranger Antaran kerap bekerja lebih dari 11 jam sehari tanpa upah lembur dan tetap dipaksa masuk di hari libur. “Ini bukan lagi kemitraan, ini adalah perbudakan modern,” ungkap Said dalam keterangan tertulis yang diterima Fortune Indonesia, Senin (24/3).
Selain itu, KSPI menemukan banyak pekerja mitra yang tidak memiliki kepastian kerja. Kontrak kerja sering tidak diperpanjang secara jelas, misalnya banyak yang terakhir kali menandatangani perjanjian kerja pada 2019 atau 2024 tanpa ada kejelasan untuk tahun berikutnya.
“Mereka tidak bekerja lewat aplikasi. Mereka bekerja langsung di kantor PT Pos wilayah setempat, memakai seragam resmi, mengerjakan pekerjaan yang sama dengan karyawan tetap PT Pos,” tutur Said.
“Ini jelas hubungan kerja langsung. Tapi status mereka disebut mitra, tanpa hak-hak dasar sebagai pekerja. Ini pelanggaran yang orisinal, dan sangat serius,” tegas dia.
Menurut Said, hubungan kerja antara mitra pos dan PT Pos Indonesia telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa jika ada perintah kerja, upah, dan pengawasan langsung, maka itu adalah hubungan kerja formal.