Adu Strategi Merek FMCG di Tengah Perang Dagang e-Commerce

Jakarta, FORTUNE - Respons cepat dan adaptif terhadap dinamika pasar menjadi kunci keberhasilan merek dalam menjaga posisi kompetitif di kanal e-commerce. Hal ini terbukti ketika memanasnya kembali perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada awal April 2025 menuntut merek-merek Fast Moving Consumer Goods (FMCG) di Indonesia untuk semakin tanggap terhadap perubahan pasar.
Ketegangan serupa juga terjadi pada 2024, di mana peningkatan tarif antarnegara berdampak signifikan pada rantai pasok global, biaya produksi, serta fluktuasi harga barang impor. Perubahan ini memengaruhi preferensi konsumen, khususnya di kategori perawatan dan kecantikan, serta ibu dan bayi.
Menurut data dari Compas Market Insight Dashboard, yang memantau penjualan e-commerc di Tokopedia, Shopee, dan Blibli selama Juli–Desember 2024, terdapat tren positif di beberapa kategori produk. Pada periode tersebut, nilai penjualan kategori perawatan dan kecantikan naik 7,4 persen dari Rp10,18 triliun menjadi Rp10,94 triliun.
Co-Founder & CEO Compas.id, Hanindia Narendrata, mengatakan respons cepat dan adaptif terhadap dinamika pasar menjadi kunci keberhasilan merek dalam menjaga posisi kompetitif di e-commerce.
"Untuk dapat melakukan langkah tersebut secara terukur, diperlukan data lengkap dan terkini mengenai pasar, mulai dari penyesuaian harga, rotasi SKU bundling, hingga variasi promo/diskon—secara real-time,” ujarnya dalam keterangan pers (24/4).
Produk perawatan wajah, parfum, dan perawatan bayi unggul
Kenaikan signifikan terjadi pada trio basic skincare: pelembap wajah tumbuh 10,08 persen, pembersih wajah naik 8,9 persen, dan sunscreen meningkat 2 persen. Produk paket kecantikan dan parfum juga mengalami kenaikan masing-masing 3,9 persen dan 10,9 persen.
Sementara itu, kategori ibu dan bayi mencatat kenaikan nilai penjualan sebesar 8,3 persen. Namun, peningkatan ini tidak merata, karena beberapa kategori tertinggi seperti baby lotion cream justru mengalami penurunan 5,4 persen. Persaingan antar merek pun semakin ketat, mendorong berbagai strategi seperti diskon, penyesuaian harga, promosi gimmick, hingga format bundling.
Salah satu merek unggulan di kategori sunscreen atau tabir surya berhasil meningkatkan penjualan lebih dari 62.000 unit setelah menurunkan harga rata-rata produknya. SKU produk diskon mereka naik dari 50 menjadi 72, dan gimmick Buy 2 Get 1 meningkat dua kali lipat. Meski begitu, tak semua strategi membuahkan hasil; SKU bundling yang naik dari 26 menjadi 42 justru menurun tipis dalam penjualan sebesar 0,21 persen.
Merek pelembap wajah mencatat pertumbuhan penjualan 35,3 persen berkat penurunan harga pada produk utama, sementara merek pembersih wajah sukses hampir melipatgandakan penjualan dalam tiga bulan.
Di kategori ibu dan bayi, strategi berbeda diambil oleh salah satu merek baby lotion cream yang menaikkan harga tanpa diskon tambahan. Hasilnya, penjualan produk unggulan mereka justru naik 9 persen, meski jumlah SKU bundling diturunkan dari 22 menjadi 18.
Adapun merek popok sekali pakai mencatat lonjakan penjualan tertinggi di kategorinya. Dengan meningkatkan jumlah SKU gimmick sebesar 275 persen dan menawarkan bonus produk seperti botol bayi dan cleansing gel, nilai penjualan mereka naik Rp5 miliar dan volume terjual bertambah lebih dari 23.000 unit.
Dengan kondisi geopolitik yang masih belum stabil di 2025, Hanindia berharap insight ini menjadi panduan penting bagi merek untuk tetap relevan dan kompetitif di eCommerce dan dalam pengambilan keputusan.