Jakarta, FORTUNE - Dalam upaya negosiasi tarif oleh pemerintah, terungkap salah satu keluhan pihak Amerika Serikat (AS) adalah terkait Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) hingga Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Kedua terobosan Bank Indonesia dinilai merugikan penyedia sistem pembayaran AS.
Kritik itu tertuang dalam laporan National Trade Estimate (NTE) yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) 2025. Dalam laporan tersebut tertulis bahwa pihak penyedia pembayaran AS merasa tidak diberitahu dan tidak dilibatkan dalam pembentukan sistem pembayaran nasional tersebut.
"Perusahaan-perusahaan asal AS khawatir karena tidak diberi informasi lebih awal mengenai perubahan kebijakan QR code, dan tidak dilibatkan dalam proses penyusunan sistem tersebut. Termasuk dalam hal bagaimana sistem itu seharusnya bisa diintegrasikan dengan sistem pembayaran global yang sudah ada," tulis USTR dalam laporannya, dikutip Senin (21/4).
Seperti diketahui, sejak berlaku efektif pada 2018, GPN seakan menggerus porsi transaksi dari dua lembaga sistem pembayaran switching raksasa lainnya yakni Visa dan Mastercard. Dengan menggunakan GPN, aliran dana transaksi sudah tak perlu melewati switching asing. Data Statista mencatat, pangsa pasar global Visa dan Mastercard mengalami penurunan sejak 2014. Pangsa pasar Visa tercatat mencapai 38,7 persen pada 2022, sedangkan Mastercard mencapai 24 persen.