Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

AS Kian Tajam ke Cina, Terapkan Tarif Impor 245 Persen

Ilustrasi: perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. (Dok.123RF)
Intinya sih...
  • Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memperkuat industri domestik, termasuk mengembalikan tarif 25 persen atas baja dan aluminium, serta meluncurkan penyelidikan terhadap impor tembaga dan kayu yang dianggap mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
  • Cina telah memberlakukan tarif 145 persen untuk barang impor dari Amerika Serikat.

Jakarta, FORTUNE - Eskalasi baru terjadi dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, pemerintah AS mengambil langkah drastis dengan memberlakukan tarif impor sangat tinggi, mencapai 245 persen, terhadap berbagai produk yang berasal dari Cina.

Kebijakan ini diumumkan sebagai respons langsung terhadap meningkatnya kekhawatiran akan keamanan nasional dan tingginya tingkat ketergantungan ekonomi Amerika Serikat pada pasokan komoditas penting dari negara-negara yang dianggap sebagai pesaing strategis.

Langkah signifikan ini bukan tanpa dasar. Dalam pernyataan resminya, Gedung Putih menjelaskan ketergantungan yang berlebihan pada mineral-mineral penting dari luar negeri, terutama dari Cina, telah menciptakan kerentanan yang substansial dalam pertahanan dan stabilitas ekonomi Amerika Serikat.

“Mineral penting, termasuk unsur tanah jarang, adalah komponen utama bagi industri pertahanan kami. Ketergantungan ini membuat ekonomi dan sektor keamanan nasional kami rentan terhadap gangguan rantai pasok dan pemaksaan ekonomi,” demikian Gedung Putih dalam pernyataan resminya, Rabu (16/4).

Sejumlah mineral strategis seperti galium, germanium, antimon, dan berbagai jenis logam tanah jarang menjadi material vital dalam berbagai sistem teknologi canggih. Ini termasuk mesin jet, sistem kendali rudal, radar, hingga peralatan komunikasi militer. Mengingat dominasi Cina yang sangat kuat dalam rantai pasokan global untuk komoditas-komoditas tersebut, kekhawatiran yang dirasakan oleh Amerika Serikat semakin beralasan.

Ketegangan semakin meningkat ketika Cina mengambil langkah balasan dengan menghentikan ekspor enam jenis logam tanah jarang berat dan magnet tanah jarang ke Amerika Serikat. Tindakan ini secara luas dinilai sebagai upaya nyata dari Cina untuk memanfaatkan dominasinya atas bahan mentah sebagai instrumen geopolitik yang ampuh.

Serangan balasan Trump

Dalam kerangka Kebijakan Perdagangan Amerika Pertama (America First Trade Policy) yang menjadi ciri khas pemerintahannya, Presiden Trump menegaskan bahwa pengenaan tarif supertinggi terhadap Cina—yang mencapai hingga 245 persen—adalah respons tegas terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Tiongkok.

“Beberapa bulan lalu, China melakukan pembalasan dengan membatasi ekspor material strategis. Minggu ini mereka menghentikan ekspor enam logam penting, yang mengancam sektor otomotif, dirgantara, semikonduktor, dan pertahanan dunia. Amerika tidak akan tinggal diam,” demikian pernyataan Gedung Putih.

Selain memberlakukan tarif baru, Presiden Trump juga menandatangani serangkaian perintah eksekutif yang bertujuan memperkuat industri dalam negeri Amerika Serikat. Langkah-langkah ini termasuk memberlakukan kembali tarif 25 persen untuk impor baja dan aluminium, serta meluncurkan penyelidikan terhadap impor tembaga dan kayu yang dianggap berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi nasional.

Upaya memulihkan dominasi industri AS

Kebijakan tarif ini tidak hanya ditujukan untuk memberikan tekanan ekonomi terhadap Cina, tetapi juga merupakan bagian dari strategi jangka panjang membangun kembali fondasi industri manufaktur Amerika. Presiden Trump menyatakan lebih dari 75 negara telah berupaya untuk melakukan negosiasi perdagangan baru dengan Amerika Serikat sejak kebijakan ini pertama kali diluncurkan.

Sebagai landasan diplomasi ekonomi globalnya, Presiden Trump juga memperkenalkan “Rencana Adil dan Timbal Balik” (Fair and Reciprocal Plan), yang menekankan pentingnya keadilan dan keseimbangan dalam hubungan perdagangan internasional.

Melalui kebijakan tarif terbarunya ini, Presiden Trump mengirimkan pesan yang kuat bahwa Amerika Serikat tidak akan lagi mentolerir dominasi asing yang dapat merongrong keamanan nasional dan daya saing industri dalam negerinya.

Namun, langkah ini juga menandai babak baru dalam dinamika perang dagang modern, yang persaingannya tidak lagi terbatas pada produk-produk konsumen seperti tekstil atau elektronik, melainkan juga mencakup akses terhadap bahan mentah strategis dan penguasaan teknologi masa depan.

Hingga saat ini, pemerintah Cina belum mengeluarkan pernyataan resmi sebagai tanggapan terhadap tarif baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Namun, para analis memperkirakan bahwa respons diplomatik dan ekonomi dari Beijing kemungkinan akan datang dalam waktu dekat.

Satu hal yang pasti, perkembangan terbaru ini semakin menegaskan bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan Cina tidak lagi sekadar hubungan antara dua kekuatan ekonomi raksasa. Mereka kini terlibat dalam pertarungan jangka panjang yang kompleks untuk memperebutkan supremasi teknologi dan industri global.

Dalam perkembangan terakhir yang perlu dicatat, Cina dilaporkan telah memberlakukan tarif 145 persen untuk barang-barang impor yang berasal dari Amerika Serikat. Langkah ini merupakan peningkatan dari tarif sebelumnya yang mencapai 125 persen.

Eskalasi ini terjadi menyusul tindakan Trump yang baru-baru ini memberlakukan tarif timbal balik terhadap sejumlah negara, dengan alasan adanya defisit perdagangan. Publik kini menanti dengan cemas apakah Cina akan kembali menaikkan tarifnya terhadap produk-produk Amerika Serikat sebagai respons lebih lanjut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us