BI Rate Tak Kunjung Turun Buat Likuiditas Kering dan Kredit Layu

Intinya sih...
BI rate tak kunjung turun hingga pertengahan tahun 2025, hanya menurunkan suku bunga acuan satu kali pada Januari sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen.
Laju kredit Maret 2025 melambat ke 8,7 persen (yoy), momen Ramadan dan Lebaran tidak mampu mendongkrak penyaluran kredit, serta undisbursed loan meningkat sebesar 27,83 persen (yoy) pada Februari 2025.
Pemerintah perlu melihat potensi ekonomi domestik, menguatkan fungsi stimulus fiskal yang berdampak langsung terhadap konsumsi, serta memberikan dukungan kepada industri pengolahan dari berbagai sektor yang menjadi ekosistem industri.
Jakarta, FORTUNE – Arah pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate tak kunjung turun hingga menjelang pertengahan tahun 2025. Tercatat, sejak Januari hingga April 2025, BI hanya menurunkan suku bunga acuan satu kali pada 2025 di Januari sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan menyatakan bahwa rezim suku bunga tinggi dan tak kunjung turun membuat likuiditas mengering.
“BI rate, suku hingga yield surat berharga negara yang naik tak kunjung turun mendorong migrasi likuiditas perekonomian mengarah pada aset-aset berimbal hasil tinggi. Situasi diperparah dengan kebijakan efisiensi anggaran yang ‘kebablasan’ sehingga semakin menyusutkan perputaran likuiditas di sektor riil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Abdul melalui keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Rabu (7/5).
Dunia usaha lesu, pertumbuhan kredit layu
Di sisi lain kondisi ini juga berpengaruh terhadap laju kredit Maret 2025 yang melambat ke 8,7 persen (yoy). Padahal, sebelumnya kredit mampu tumbuh 9,7 persen di Februari 2025. Apalagi, momen Ramadan dan Lebaran yang diharapkan memacu kredit ternyata tak mampu mendongkrak penyaluran kredit.
“Hal ini menggambarkan semakin lemahnya dukungan sektor keuangan bagi peningkatan aktivitas sektor riil yang ujungnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Abdul.
Lebih dari itu, data undisbursed loan atau kredit yang sudah disetujui bank namun belum ditarik oleh dunia usaha untuk produksi maupun ekspansi usaha meningkat sebesar 27,83 persen (yoy) pada Februari 2025. Kondisi ini merefleksikan tingginya ketidakpastian ekonomi sehingga dunia usaha menahan ekspansi.
Dengan kondisi tersebut, pihaknya mengimbau Pemerintah untuk lebih dalam melihat potensi ekonomi domestik. Lebih dari itu, pemerintah juga perlu menguatkan fungsi stimulus fiskal yang berdampak langsung terhadap konsumsi, serta perlunya industri pengolahan mendapat dukungan dari berbagai sektor yang menjadi ekosistem industri. Seperti dukungan energi, logistik, infrastruktur, tenaga kerja, fiskal, perdagangan dan sebagainya.