Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bank Indonesia: Ekonomi Global Akan Merosot Tahun Ini

Ilustrasi Ekonomi Global (Freepik)
Intinya sih...
  • Ekonomi global tahun ini diperkirakan akan mengalami penurunan akibat kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap negara mitra dagang.
  • Ketidakpastian pasar keuangan meningkat, imbal hasil surat utang pemerintah AS mengalami penurunan, dan aliran modal bergeser ke aset-aset yang dinilai lebih aman.
  • Ketegangan dagang antara AS dan China memicu perlambatan ekonomi global dengan penurunan ekspor, melemahnya pasar keuangan, serta bergesernya arus modal.

Jakarta, FORTUNE – Ekonomi global tahun ini diperkirakan akan mengalami penurunan sebagai dampak dari kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap negara-negara mitra dagang.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa kebijakan yang diumumkan pada awal April 2025, serta aksi retaliasi dari China dan potensi negara lain, telah memperburuk fragmentasi ekonomi global. Akibatnya, volume perdagangan internasional turut menyusut.

"Akibatnya pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diperkirakan menurun dari 3,2% menjadi 2,9%, dengan penurunan terbesar terjadi di AS dan China sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut," kata Perry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (23/4).

Tidak hanya AS dan China, negara-negara maju dan berkembang juga diproyeksi mengalami perlambatan pertumbuhan akibat menurunnya ekspor ke AS serta dampak tidak langsung dari turunnya aktivitas perdagangan global.

Ketidakpastian Pasar Keuangan Meningkat

Perang tarif antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut memicu lonjakan ketidakpastian di pasar keuangan dan ekonomi global secara keseluruhan. Perry menekankan bahwa AS dan China akan menanggung dampak paling besar dari konflik ini.

"Dengan penurunan terbesar ekonomi ini di AS dan Tiongkok, sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara," tuturnya.

Di pasar keuangan, imbal hasil surat utang pemerintah AS (US treasury yield) mengalami penurunan, sementara nilai tukar dolar AS terhadap mata uang dunia juga melemah. Hal ini sejalan dengan ekspektasi bahwa suku bunga acuan AS, atau Federal Funds Rate (FFR), akan diturunkan dalam waktu dekat.

Dalam kondisi ini, aliran modal global bergeser dari AS ke aset-aset yang dinilai lebih aman (safe haven), seperti emas dan instrumen keuangan di Eropa serta Jepang.

Sementara itu, negara-negara berkembang masih mengalami tekanan akibat keluarnya aliran modal, yang menyebabkan pelemahan nilai tukar mereka. Perry menekankan bahwa kondisi global ini membutuhkan respons kebijakan yang kuat dan terkoordinasi untuk menjaga ketahanan eksternal dan stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional.

Ketegangan dagang antara AS dan China, yang berdampak luas terhadap berbagai sektor, telah memicu perlambatan ekonomi global.

Penurunan ekspor, melemahnya pasar keuangan, serta bergesernya arus modal menunjukkan bahwa ekonomi global kini berada dalam tekanan serius.

Dalam menghadapi tantangan ini, kerja sama internasional dan koordinasi kebijakan lintas negara menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan ekonomi global.

Share
Topics
Editorial Team
Tubagus Imam Satrio
EditorTubagus Imam Satrio
Follow Us