OJK melalui berbagai pernyataan resmi telah menegaskan pentingnya penguatan modal inti BPR dan BPRS guna menjaga stabilitas sistem keuangan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa seluruh BPR yang belum mencapai batas modal minimum Rp6 miliar harus melakukan merger, akuisisi, atau mencari investor baru paling lambat 31 Desember 2024.
“Jika tidak terpenuhi hingga tenggat waktu tersebut, maka BPR/BPRS wajib melakukan aksi korporasi seperti penggabungan, peleburan, atau akuisisi,” ungkap Dian.
Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari POJK No. 5/POJK.03/2015 dan POJK No. 66/POJK.03/2016 yang telah lama menjadi dasar hukum penguatan struktur keuangan BPR. Sayangnya, tidak semua BPR mampu memenuhi ketentuan tersebut. Sepanjang 2024 hingga pertengahan 2025, tercatat 21 BPR dan BPRS dicabut izinnya oleh OJK karena gagal melakukan penyehatan, termasuk PT BPRS Gebu Prima pada April 2025.
Meski demikian, OJK terus berkomitmen mendorong transformasi melalui penerbitan regulasi baru, seperti POJK No. 23/2024 tentang pelaporan keuangan, POJK No. 24/2024 tentang kualitas aset syariah, dan POJK No. 25/2024 tentang tata kelola syariah.
Merger empat bank ini bukan hanya bentuk kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga upaya memperkuat struktur keuangan dan pelayanan BPR di tengah dinamika industri. Dengan dukungan pemegang saham yang kuat dan tim manajemen profesional dari BPR Bina Sejahtera Insani, hasil konsolidasi diharapkan mampu memperluas jangkauan inklusi keuangan dan menjadi pionir dalam transformasi sektor BPR nasional.