FINANCE

Cadangan Devisa September Melorot Jadi US$130,8 Miliar, Alarm bagi BI

Intervensi nilai tukar bikin cadev bank sentral dunia turun.

Cadangan Devisa September Melorot Jadi US$130,8 Miliar, Alarm bagi BIShutterstock/Mezario

by Hendra Friana

07 October 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir September 2022 turun menjadi US$130,8 miliar dari posisi Agustus yang sebesar US$132,2 miliar. Dalam keterangan resminya, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan bahwa penurunan itu antara lain disebabkan oleh kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Posisi cadangan devisa September lalu setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, kata Erwin, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga.

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Erwin, Jumat (10/7).

Meski BI masih optimistis dan menganggap posisi cadev masih aman saat ini--terutama karena didukung berbagai respons kebijakan yang mendukung proses pemulihan ekonomi nasional--alarm bahaya bagi bank sentral sebenarnya sudah mulai menyala.

Tingginya ketidakpastian pasar keuangan global membuat rupiah terus-menerus bergantung intervensi BI agar nilai tukarnya tetap terjaga. Apalagi, langkah hawkish The Fed mengerek suku bunga acuan belum surut. Setelah menaikan Fed Fund Rate sebesar 75 basis poin pada September lalu, pejabat bank sentral AS masih melempar isyarat ke pasar bahwa kenaikan suku bunga belum mencapai titik akhir.

Mengutip Fortune.com proyeksi terbaru mereka adalah mengakhiri kenaikan suku bunga di angka 4,26 persen pada Maret tahun depan--dari saat ini yang ditetapkan pada kisaran target 3 persen hingga 3,25 persen.

Presiden Federal Reserve Chicago Charles Evans, dalam wawancara di Squawk Box CNBC Eropa mengatakan, target kenaikan suku bunga itu mungkin cukup untuk resesi di negeri Paman Sam. Akan tetapi, ia juga memperingatkan bahwa target ini bisa ditanggalkan jika ketidakpastian global kembali memberi pukulan terhadap perekonomian. “Mungkin akan ada guncangan, mungkin ada kesulitan lain,” katanya.

Cadangan devisa bank sentral tergerus

Tak hanya di Indonesia, kenaikan suku bunga The Fed dalam beberapa bulan terakhir telah menggerus cadev bank sentral di berbagai negara untuk mengintervensi nilai tukar. Mengutip Bloomberg, cadangan devisa bank sentral global tergerus US$1 triliun atau 7,8 persen menjadi US$12 triliin. Ini merupakan penurunan cadev dengan laju tercepat sejak mereka pertama kali melakukan pendataan pada 2003. 

Steven Englander, kepala penelitian valuta asing G-10 global Standard Chartered Plc memperkirakan lebih dari setengah cadangan divisa tergerus akibat penurunan nilai tukar mata uang berbagai negara. Ini terjadi ketika dolar melonjak ke posisi tertingginya dalam dua dekade terakhir pada bulan lalu--terutama terhadap mata uang seperti euro dan yen.

Cadangan devisa India, misalnya, telah anjlok US$96 miliar tahun ini menjadi US$538 miliar. Bank sentral negara itu mengatakan perubahan penilaian aset sejak April lalu menyumbang 67 persen dari penurunan cadangan tahun ini. Artinya, sekitar 33 persen penggunaan cadev mereka diarahkan untuk menopang mata uang. Hingga hari ini, Rupee sendiri telah melemah 9 persen terhadap dolar.

Penggunaan devisa untuk intervensi nilai tukar

Praktik penggunaan cadangan devisa untuk mempertahankan mata uang tentu bukanlah hal baru. Bank-bank sentral membeli dolar dan membangun persediaan mereka untuk memperlambat penguatan mata uang ketika modal asing membanjiri. Di masa-masa sulit, mereka menarik cadangan untuk melunakkan pukulan dari pelarian modal.

“Beberapa negara, terutama di Asia, bisa berjalan dua arah, menghaluskan kelemahan, dan kantong kekuatan,” kata Alan Ruskin, kepala strategi internasional di Deutsche Bank AG seperti dikutip Bloomberg.

Sebagian besar bank sentral masih memiliki kekuatan tembak yang cukup untuk mempertahankan intervensi, jika mereka mau. Cadangan devisa di India, misalnya, masih sekitar 49 persen lebih tinggi dari level awal 2017, dan cukup untuk membayar impor selama sembilan bulan.

Tetapi bagi yang lain, intervensi terhadap nilai tukar akan dengan cepat membuat persedian devisa mereka menipis. Sebagai contoh, cadangan Pakistan yang telah melorot 42 persen menjadi US$14 miliar tidak cukup untuk menutupi impor selama tiga bulan.