Layanan BFI Finance/Dok BFI Finance
Perusahaan multifinance ini juga berhasil membukukan piutang pembiayaan dikelola (managed receivables) sebesar Rp25,6 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 14,2 persen dibandingkan periode semester satu tahun kemarin. Sutadi mengatakan, kenaikan ini didukung oleh penyaluran pembiayaan baru yang meningkat 19,9 persen secara tahunan sehingga menjadi Rp10,9 triliun periode Januari hingga Juni 2025.
Berdasarkan total managed receivables, komposisi piutang dikelola terbanyak adalah pembiayaan otomotif sebesar 76,0 persen yang meliputi skema pembiayaan kembali (refinancing) dan kredit pembelian unit roda empat melalui rekanan showroom. Di samping itu, porsi pembiayaan alat berat dan mesin tercatat sebesar 14,9 persen, diikuti oleh pembiayaan berjaminan sertifikat properti sebesar 5,2 persen, dan pembiayaan syariah sebesar 3,9 persen.
“Konsisten dalam menerapkan good corporate governance, pengelolaan manajemen risiko yang efektif, dan peningkatan layanan baik digital maupun offline terus kami lakukan guna memperkuat posisi perusahaan dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif,” ujar Sutadi.
Sementara itu, porsi pembiayaan produktif untuk modal kerja dan investasi mendominasi sebesar 78,1 persen dari total piutang dikelola. Hal ini mencerminkan BFI Finance turut berkontribusi positif terhadap peningkatan taraf hidup konsumen, termasuk individu, pelaku UMKM, dan perusahaan besar.
Kinerja yang optimal ini dibarengi dengan rasio-rasio keuangan penting yang sehat. Per 30 Juni lalu, rasio pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF) BFI Finance berada di level bruto 1,63 persen dan level neto 0,30 persen. Adapun NPF coverage tercatat 2,4x dari nilai NPF bruto dan berhasil mempertahankan gearing ratio yang rendah sebesar 1,3x.
“Rasio NPF ini mengalami sedikit peningkatan, namun masih jauh lebih baik dibandingkan rerata industri pembiayaan yang berada di level bruto 2,57 persen per Mei 2025 berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan,” kata Sutadi.