Jakarta, FORTUNE – Pemerintah tengah menggodok aturan pengenaan pajak kepada pedagang online di berbagai platform e-commerce seperti Shopee, TikTok Shop by Tokopedia, Blibli, hingga Lazada. Nantinya, platform e-commerce ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan barang oleh pedagang online.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat memandang rencana tersebut sebagai ketidakadilan fiskal di ruang digital. Sebab, ekonomi digital nasional saat ini masih dikuasai raksasa teknologi global, seperti Google, Meta, Apple, Amazon, dan Netflix yang hanya dipungut PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) 11 persen. Sistem pajak yang berlaku sejauh ini tidak menyasar keuntungan yang ditarik keluar negeri.
“Ketika pajak hanya dikenakan kepada pedagang kecil-menengah marketplace lokal, tetapi tidak kepada perusahaan global yang mereguk revenue miliaran, maka di situlah keadilan fiskal gagal terwujud,” kata Achmad kepada Fortune Indonesia (29/6).
Menurutnya, tanpa kebijakan fiskal yang melibatkan perusahaan global, Indonesia akan terus berada di posisi lemah, hanya menjadi pasar tanpa mendapatkan kontribusi fiskal yang proporsional.
“Skema PPh 22 e-commerce yang menargetkan marketplace lokal memang menutup celah shadow economy domestik, namun meninggalkan lubang besar dalam keadilan fiskal digital. Karena tidak menyasar revenue raksasa digital global yang mengekstrak nilai ekonomi Indonesia tanpa kontribusi fiskal proporsional,” katanya.