Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lanskap E-commerce Berubah, Brand Perlu Gencarkan Strategi untuk Dorong Engagement

20250612_114647.jpg
Melanie Masriel​, Chief of Corporate Affairs, Engagement, & Sustainability/Dok. Fortune IDN/Desy Y.​

Jakarta, FORTUNE - Indonesia tengah menjadi panggung utama pertarungan e-commerce di Asia Tenggara, dengan nilai transaksi bruto (GMV) mencapai US$53,8 miliar sepanjang 2023, menurut laporan Momentum Works.

Shopee memimpin dengan pangsa pasar 40 persen (US$21,52 miliar), diikuti Tokopedia 30 persen (US$16,14 miliar), sementara TikTok Shop menguasai 9 persen (US$4,8 miliar)—angka ini diprediksi melonjak pascainvestasi ByteDance di Tokopedia akhir 2023.

Mengutip Reuters, akuisisi 75,01 persen saham Tokopedia oleh TikTok menimbulkan kekhawatiran akan dominasi pasar dan potensi praktik monopoli, memicu sorotan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Kolaborasi antara dua raksasa digital tersebut melahirkan model integrasi unik antara marketplace dan social commerce: dari video pendek di TikTok ke transaksi langsung di Tokopedia. Perubahan ini juga menciptakan customer journey baru yang lebih cepat, visual, dan berbasis impulse buying—memaksa brand untuk menyesuaikan strategi engagement mereka agar tak tertinggal.

“Bisnis apa pun sekarang harus fokus pada online-to-offline (O2O), karena itu cara hidup baru konsumen,” kata Melanie Masriel, Chief of Corporate Affairs, Engagement, & Sustainability L’Oréal Indonesia, di Jakarta, Rabu (12/6). Menurutnya, industri kecantikan adalah salah satu kategori dengan pertumbuhan online tercepat, sehingga brand dituntut untuk terus mengikuti tren platform digital dan mengoptimalkan strategi omnichannel.

Melanie menekankan bahwa L’Oréal tidak hanya mengandalkan kanal e-commerce untuk penjualan, tetapi juga untuk edukasi dan advokasi melalui kolaborasi dengan KOL, hairdresser, hingga dermatologist. Tujuannya bukan hanya meningkatkan penjualan, tapi menciptakan produk yang lebih desirable melalui pendekatan yang informatif dan relevan.

“Kita harus hadir di mana konsumen berada. Kalau mereka aktif di online, maka brand juga harus memberikan pengalaman terbaik di sana,” ujarnya. Di tengah lanskap digital yang semakin content-driven, strategi semacam ini menjadi penting agar brand tetap terikat dengan audiens yang kian cepat bergeser.

Di saat yang sama, tantangan bagi pelaku e-commerce juga meningkat. Setelah Indonesia melarang transaksi langsung di media sosial pada 2023 demi melindungi pelaku UMKM, TikTok terpaksa menutup TikTok Shop-nya sebelum akhirnya kembali lewat jalur resmi dengan menggandeng Tokopedia. Transformasi ini memperluas titik sentuh brand ke konsumen, dari sekadar likes dan views menjadi interaksi langsung seperti live shopping, add-to-cart, dan konversi.

L’Oréal Indonesia sendiri mengelola empat divisi utama yang menyasar segmen konsumen berbeda. Consumer Products Division, divisi terbesar dengan merek seperti Garnier, Maybelline, L’Oréal Paris, dan NYX yang dijual di ritel massal; Professional Products Division, yang menyediakan produk untuk salon profesional seperti L’Oréal Professionnel, Kérastase, Matrix, dan Redken; L’Oréal Luxe Division, untuk segmen premium dengan merek seperti Lancôme, Kiehl’s, YSL Beauty, Giorgio Armani, dan Urban Decay; serta Active Cosmetics Division, yang menjual produk berbasis sains seperti Vichy, La Roche-Posay, dan SkinCeuticals melalui kanal kesehatan dan apotek dengan dukungan tenaga medis.

"Masing-masing divisi menerapkan pendekatan yang disesuaikan dengan trusted advisor mereka—mulai dari hairdresser, dermatologist, hingga selebritas dan KOL (key opinion leader). Edukasi dan advokasi menjadi bagian penting dari strategi engagement, bukan hanya untuk meningkatkan desirability produk, tapi juga membangun kredibilitas di mata konsumen digital," kata Melanie.

Ketika integrasi konten dan transaksi menjadi semakin mulus, brand seperti L’Oréal pun mengalihkan fokus, tak hanya eksposur saja tapi ke arah interaksi yang bernilai tinggi kepada konsumen. Engagement kini berarti menyatu dengan keseharian konsumen—baik di layar ponsel, etalase toko, hingga live session TikTok. Dengan lanskap e-commerce yang terus berubah dan regulasi yang makin ketat, hanya brand yang adaptif dan berprinsip yang akan bertahan dan berkembang.

Ke depan, brand tidak cukup hanya hadir di kanal digital—mereka harus membangun kepercayaan lewat strategi yang relevan dan berkelanjutan. L’Oréal Indonesia, misalnya, mengintegrasikan strategi sustainability dalam kampanye digital mereka, baik melalui edukasi konsumen soal formula ramah lingkungan maupun kerja sama dengan mitra distribusi yang memiliki komitmen pada tanggung jawab sosial. Di tengah persaingan platform dan regulasi yang ketat, pendekatan seperti ini berperan besar dalam menjaga engagement jangka panjang.

Dalam dunia e-commerce yang semakin dinamis dan terkadang penuh kejutan, Melanie menegaskan hanya brand yang adaptif dan berprinsip kuat yang akan tetap relevan. Engagement bukan lagi soal exposure semata, tapi tentang menyatu dalam gaya hidup digital konsumen—dengan kecepatan, empati, dan keberlanjutan sebagai kunci utamanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us