Anomali Kuatnya Pertumbuhan Ekonomi Saat Kredit masih Seret

Jakarta, FORTUNE- Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7,07% pada Kuartal-II 2021 masih belum berbanding lurus terhadap pertumbuhan kredit yang masih sangat rendah.
Bank Indonesia (BI) bahkan mengungkapkan, kredit perbankan pada Juli 2021 sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Penyaluran kredit pada Juli 2021 tercatat sebesar Rp5.554,4 triliun tumbuh 0,3% Year on Year (yoy) atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 0,4% (yoy).
Menanggapi hal tersebut, Ekonom senior dari Institute for development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai pandemi Covid-19 merupakan kondisi yang unik. Dari sisi konsumen menurutnya lemahnya kredit lantaran masyarakat lebih memilih untuk menyimpan dananya dibandingkan untuk berbelanja.
"Kondisi sejak pandemi diiringi dengan turunnya daya beli masyarakat. Maka otomatis supply atau orang yang bertransaksi atau penjualan juga akan turun. Jika konsumen tidak ada, maka transaksi ke perbankan juga akan tidak ada," kata Aviliani melalui keterangan resminya di Jakarta, (26/8).
Memantau prospek pembiayaan perbankan

Aviliani menyampaikan, dari sisi perbankan saat ini masih terus memantau prospek pembiayaan yang potensial kedepan, atau dapat dikatakan wait and see. Dirinya memandang investasi pada segmen mobil listrik akan lebih menarik kedepannya. Terlebih, pada 2025 industri otomotif bakal lebih agresif meluncurkan produk mobil listrik.
"Karenanya investasi pada produksi nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik menjadi tren," kata Aviliani.
Debitur besar masih melunasi kredit

Selain faktor wait and see dari sisi bank, menurut Aviliani saat ini debitur besar masih dalam proses pelunasan kredit-kredit sebelumnya. Oleh karena itu bank masih enggan menyalurkan kredit lebih banyak.
"Saat ini lebih banyak yang melunasi kredit ketimbang meminta kredit perbankan. Akibatnya terlihat seolah-olah (kredit) perbankan tumbuh negatif. Padahal dari sisi outstanding terlihat saldo kredit ditambah kredit baru dikurangi peluanasan utang. Tapi yang melunasi lebih banyak," jelas Aviliani.
Perbankan aktif dalam pembelian SBN

Aviliani juga menyampaikan, saat ini perbankan aktif menyosialisasikan masyarakat untuk mengarahkan dana simpanannya untuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Dengan demikian secara tidak langsung bank memiliki peran dalam pembiayaan APBN.
"Karena dana di perbankan banyak, maka jika ada pertanyaan dikemanakan dana tersebut, sebagian masuk ke SBN. Obligasi yang dijual pemerintah kepada publik, untuk menutupi defisit APBN hampir Rp800 triliun. Dengan demikian perbankan ikut mendanai negara dalam mendanai defisit APBN," pungkas Aviliani.