FINANCE

Prospek Ekonomi Global Masih Menantang, Picu Kekawatiran Resesi 

Dampak kenaikan bunga The Fed bakal terasa di 2023.

Prospek Ekonomi Global Masih Menantang, Picu Kekawatiran Resesi Shutterstock/Know How
30 May 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Prospek ekonomi global masih sangat menantang pada tahun 2022 hingga 2023 seiring dengan sejumlah risiko. 

Head of Investment Strategy, Bank of Singapore Eli Lee menjelaskan, sejumlah tantangan tersebut datang dari arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), hingga inflasi global. Eli Lee bahkan menyatakan, tantangan tersebut memicu adanya resesi. 

"Untuk ekonomi global secara keseluruhan, risiko resesi pada tahun 2022 masih tampak terbatas," kata Lee melalui Monthly Outlook by OCBC NISP yang dikutip di Jakarta, Senin (30/5). 

Menurutnya, pembukaan kembali ekonomi, high savings,  dan pasar tenaga kerja yang ketat berpotensi untuk  mendukung pertumbuhan global tahun ini ditengah kebijakan moneter lebih ketat dan melonjaknya harga komoditas.
 

Dampak kenaikan bunga The Fed bakal terasa di 2023

Namun demikian, untuk tahun 2023 Lee menyebut risiko ekonomi dunia membuat potensi resesi semakin meningkat. 

Menurutnya, dampak kenaikan suku bunga tahun ini kemungkinan akan dirasakan  lebih pada tahun 2023 dan efek dari pembukaan kembali juga  kemungkinan akan memudar pada tahun depan. 

Seperti diketahui, The Fed akan menaikkan suku bunga fed fund sebesar 50 basis poin (bps) pada Juni dan Juli setelah 50 bps awal pada bulan Mei menjadi  0,75-1,0 persen. The Fed juga kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga sampai fed funds rate mencapai 2,75-3,00% pada awal tahun depan. 

"Dengan demikian, kenaikan suku bunga The Fed berpotensi membatasi pertumbuhan (ekonomi) pada tahun 2023," tambah Lee.

Safe-haven US Dollar masih tetap diminati

Tak hanya itu, pihaknya juga memperkirakan US Treasuries akan diperdagangkan dalam kisaran 2,70-3,00 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 1,50 persen untuk imbal hasil Treasury 10Y pada awal 2022. 

"Jika inflasi mulai mencapai puncaknya dalam beberapa bulan ke depan, maka imbal hasil global akan berhenti melonjak," jelas Lee. 

Terakhir, Lee juga memandang safe-haven US Dollar diperkirakan tetap diminati para investor, dimana Euro, Yen dan Renminbi semuanya melemah tajam terhadap greenback. 

Menurut Lee, kombinasi dari inflasi yang meningkat, perlambatan yang lebih tajam, kenaikan suku bunga yang dipercepat, kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah, dan US Dollar yang lebih kuat mencerminkan prospek ekonomi global yang sangat menantang.

Related Topics