FINANCE

Tiga Langkah Taktis Guna Mencegah Cadangan Devisa Terguncang

Tapering dan gangguan kinerja ekspor berisiko goyang cadev.

Tiga Langkah Taktis Guna Mencegah Cadangan Devisa TerguncangIlustrasi keuangan rumah tangga (Shutterstock/Chotthanin Thitiakarakiat)
08 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kebijakan tapering Bank Sentral Amerika Serikat (AS) sudah berada di depan mata. Kebijakan tersebut berisiko menggoyang struktur cadangan devisa (cadev) Indonesia.

Sebelumnya, cadev Indonesia menyusut 0,95 persen dari US$146,9 miliar pada September 2021, menjadi US$145,5 miliar sebulan setelahnya. Salah satu penyebabnya, yakni pembayaran utang luar negeri (ULN).

Masih Berisiko Terguncang

Kenaikan dan penurunan cadev merupakan hal wajar. Namun, ada sejumlah faktor yang membuat risikonya mesti dimitigasi lebih dini karena berpotensi menggoyang struktur cadev negara. 

Tapering off atau pengurangan penyuntikan likuiditas oleh The Federal Reserve yang dimulai bulan ini salah satu faktor tersebut. Pun begitu terganggunya kinerja ekspor karena terjadi krisis kontainer. Di saat yang sama, pelemahan rupiah mesti dikendalikan. Diperparah dengan kondisi dilematis terkait penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Setidaknya, menurut Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira kondisi itu akan berlanjut hingga 2021. “Situasinya sangat sulit,” ujarnya kepada Fortune Indonesia pada akhir pekan lalu.

Bagaimana BI Dapat Menghadapi Situasi Sulit Itu?

Kondisi sulit tak berarti BI harus diam saja. Ada sejumlah strategi yang dapat dilakukan oleh bank sentral. Apa saja?

Pertama, BI sebaiknya berkoordinasi dengan pemerintah demi menyokong peningkatan kapasitas pembiayaan ekspor supaya tak ketinggalan momentum ekspor saat ini. “Pertumbuhan kredit ekspor, khususnya barang manufaktur, harus ditingkatkan,” kata Bhima

Kedua, BI wajib konsisten menyokong insentif devisa dari ekspor. Mengapa? Supaya para pelaku usaha di sektor pertambangan dan perkebunan lebih banyak mengonversikan DHE (Devisa Hasil Ekspor) ke rupiah.

Ketiga, menjadikan investasi jangka panjang sebagai ujung tombak investasi berkualitas sebagai langkah preventif keluarnya modal asing secara masif. Bhima menambahkan, portofolio keuangan FDI (foreign direct investment) ketimbang dana segar berjangka pendek jauh lebih baik .

“Apalagi pemerintah sedang sibuk siapkan ekosistem mobil listrik, misalnya. Tentu butuh banyak investasi langsung,” katanya.

Related Topics