LUXURY

Pameran Seni "Present Continuous/Sekarang Seterusnya" di Museum MACAN

Kolaborasi berbasis pengetahuan kearifan dan tradisi lokal.

Pameran Seni "Present Continuous/Sekarang Seterusnya" di Museum MACANKarya seni berupa cetakan cukil kayu di atas kanvas karya perupa Muhlis Lugis pada pameran ”Present Continuous/Sekarang Seterusnya”/Dok. Museum MACAN
31 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) menggelar pameran seni rupa “Present/Continuous/Sekarang Seterusnya” yang diikuti perupa dari berbagai daerah di Indonesia. Pameran dapat diakses secara luring mulai 15 Januari —15 Mei 2022. Sebelumnya, proyek ini diluncurkan pada September 2021 secara daring.

Sejumlah seniman dan kolektif seni dari sejumlah daerah di Indonesia berkolaborasi dalam proyek seni ”Present Continuous/Sekarang Seterusnya”. Karya mereka merupakan hasil eksplorasi terhadap lingkungan sekitar, berupa bunyi, ritual, hingga cerita rakyat.

Direktur Museum Macan Aaron Seto mengatakan, pandemi COVID-19 mendorong pemikiran baru tentang riset dan kolaborasi. Pandemi juga mendorong lahirnya cara-cara baru untuk menghubungkan seniman dengan masyarakat. 

“Kolaborasi yang mempertemukan kurator dengan seniman di kota mereka masing-masing merupakan cara melampaui keterbatasan akibat pandemi,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (31/1).

Proyek kolaboratif bersama organisasi seni dan bienal seni kontemporer

Pameran ini melibatkan dua kolektif seni dan empat perupa. Mereka adalah Arifa Safura dan DJ Rencong (Banda Aceh), Mira Rizki (Bandung), Udeido Collective (Jayapura), Unit Pelaksana Terrakota Daerah atau UPTD (Majalengka), serta Muhlis Lugis (Makassar).

Kolaborator lain dalam proyek ini, yakni LOKA dari Banda Aceh, Indeks dari Bandung, Makassar Biennale dari Makassar, Biennale Jogja dari Yogyakarta, dan Jatiwangi Art Factory dari Majalengka. Mereka menjadi ko-kurator untuk mengurasi perupa dan karya seni di kota masing-masing, sementara Biennale Jogja bekerja sama dengan perupa dari Jayapura.

Kearifan lokal dan cerita rakyat

Perupa Muhlis Lugis mengutarakan, ada cerita rakyat mengenai Sangiang Serri dan Meong Mpallo Karallae dalam karya seninya. Di daerah lain di Indonesia, Sangiang Serri dikenal dengan nama Dewi Sri atau Dewi Padi. Adapun Meong Mpallo Karallae adalah kucing pengawal Sangiang Serri saat berkelana.

Kisah mereka tertulis di naskah La Galigo, naskah kuno orang Bugis yang telah berusia ratusan tahun. Naskah tersebut ditetapkan sebagai Memori Kolektif Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Muhlis mengatakan, ide membawa cerita rakyat itu lahir dari pengalaman masa kecil ketika ia hidup dengan neneknya. Sebagai orang Bugis, mereka mesti melakukan ritual khusus sebelum makan. Hal itu tidak dialaminya ketika tinggal dengan orangtuanya.

”Saya merasa ritual tradisional itu penting dan memiliki makna yang spesial. Melalui karya ini, saya ingin publik—khususnya mereka yang berasal dari luar komunitas Bugis—untuk memahami cerita rakyat itu serta nilai-nilainya bagi kehidupan kita,” kata Muhlis melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (31/1).

Adapun karyanya berupa cetakan cukil kayu di atas kanvas. Karyanya dipajang di empat kanvas yang dimensinya beragam.

Related Topics