Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi kripto (unsplash.com/Traxer)
ilustrasi kripto (unsplash.com/Traxer)

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap jaringan kripto Korea Utara yang dituduh mencuci uang hingga US$3 miliar untuk mendanai program senjata nuklir dan rudal balistik.

Menurut pernyataan Departemen Keuangan AS melalui Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) pada Rabu, 5 November 2025, sanksi ini menargetkan delapan individu dan dua entitas yang terlibat dalam operasi keuangan ilegal berbasis aset digital. “Washington akan terus mengejar para fasilitator di balik jaringan ilegal ini untuk memutus sumber pendapatan rezim Korea Utara,” kata John K. Hurley, Sekretaris Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan AS, dilasir dari Coingape.

Dua bankir Korea Utara, Jang Kuk Chol dan Ho Jong Son, dituduh mengelola dana hasil pencucian uang, termasuk US$5,3 juta dalam bentuk kripto, untuk First Credit Bank, lembaga keuangan yang sebelumnya sudah masuk daftar hitam OFAC. Sanksi yang dijatuhkan di bawah Perintah Eksekutif (E.O.) 13694 dan E.O. 13810 tersebut otomatis membekukan seluruh aset dan menutup akses mereka ke sistem keuangan global.

Selain individu, AS juga menarget Ryujong Credit Bank dan lima perwakilan Korea Utara yang beroperasi di Cina dan Rusia, yang diduga memfasilitasi transaksi bernilai jutaan dolar bagi lembaga keuangan Pyongyang. Intelijen AS menyebut jaringan ini juga terkait dengan pelaku ransomware Korea Utara yang pernah menyerang target di AS.

Menanggapi langkah tersebut, Korea Utara bereaksi keras. Wakil Menteri Luar Negeri Kim Un Chol menuduh Washington bersikap “jahat” dan penuh permusuhan terhadap negaranya. “Kami akan mengambil langkah yang sesuai untuk melawan AS, dengan kesabaran selama apa pun diperlukan,” ujarnya, mengutip AP News.

Kim juga menegaskan bahwa sanksi dan tekanan AS tidak akan mengubah situasi strategis antara kedua negara, serta menolak tudingan bahwa negaranya bergantung pada pencurian kripto untuk mendanai militernya. Ia menuding langkah Washington sebagai bagian dari strategi lama untuk menekan Korea Utara agar menyerahkan senjata nuklirnya.

Sanksi terbaru ini muncul di tengah ketegangan diplomatik yang meningkat setelah upaya perundingan nuklir AS–Korut gagal sejak 2019. Sejak itu, Kim Jong Un menolak segala bentuk dialog dengan Washington dan Seoul, serta memperkuat hubungan strategis dengan Rusia, termasuk dengan mengirim personel dan perlengkapan militer untuk mendukung invasi Rusia ke Ukraina.

Sementara itu, laporan Departemen Keuangan AS mencatat bahwa jaringan siber Korea Utara telah mencuri lebih dari US$3 miliar dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar melalui transaksi kripto dan aktivitas pekerja IT dengan identitas palsu di berbagai platform freelance global. Dana tersebut diyakini menjadi salah satu sumber utama pembiayaan program nuklir dan rudal Pyongyang.

Editorial Team