MARKET

Kuota Subsidi LPG 3 Kg Jebol pada Agustus, Tapi Anggaran Aman

Penyaluran LPG 3 kg tahun ini diprediksi capai 8,3 juta MT.

Kuota Subsidi LPG 3 Kg Jebol pada Agustus, Tapi Anggaran AmanIlustrasi tabung LPG 3 kg. Shutterstock/Ani Fathudin
13 September 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengatakan kuota subsidi LPG 3 kg dipastikan bakal jebol pada akhir tahun. Pada Januari-Agustus saja, dari kuota subsidi 5,34 juta metrik ton, (MT) penyalurannya telah mencapai 5,39 juta MT.

"Jadi sudah ada kelebihan 0,9 persen. Diprediksikan, berdasarkan angka prognosa itu, (subsidi LPG 3 Kg) akan melebihi kuota APBN 2023 sebesar 8 juta MT, yaitu dari perhitungan prognosa kami ada di angka 8,28 juta MT," ujarnya di hadapan Komisi VII, Rabu (13/9).

Meski volumenya jebol, subsidi LPG masih sesuai dengan alokasi anggaran dari pemerintah. Pasalnya, jika mengacu pada pasar internasional, harga LPG saat ini masih di bawah asumsi makro APBN 2023.

"Dapat kami sampaikan bahwa secara realisasi dari publikasi CP Aramco memang saat ini masih berada di bawah acuan asumsi APBN, dan yang cukup penting yang dapat kami laporkan, bahwa berdasarkan ytd 2023 Agustus, saat ini angka prognosa itu berada di bawah dari APBN sebesar 22 persen," ujarnya.

Subsidi tepat sasaran

Dalam kesempatan tersebut, Riva juga mengatakan bahwa program subsidi tepat sasaran oleh Pertamina Patraniaga membuat pertumbuhan permintaan solar mulai terkendali.

"Dengan adanya program subsidi tepat pertumbuhan, demand JBT Solar jadi lebih rendah. Jadi, pertumbuhan tetap ada, tapi secara laju pertumbuhan bisa kita tekan," katanya.

Dia menjelaskan sebelum program subsidi tepat diberlakukan, pertumbuhan konsumsi BBM jenis solar rata-rata 6 persen. Sementara pada periode setelah dilakukannya subsidi tepat, pertumbuhannya turun menjadi 4,8 persen. 

"Hal ini juga merupakan salah satu indikator di mana ketika pertumbuhan itu semakin lambat di dalam demand BBM subsidi, maka ada peralihan konsumsi dari BBM subsidi ke BBM non subsidi. Ini juga diindikasikan dengan adanya pertumbuhan penjualan BBM non subsidi," ujarnya.

Indikator lainnya adalah berkurangnya notifikasi pembelian BBM tak wajar di SPBU, yang bisa dipantau Pertamina Patra Niaga melalui data center miliknya.

"Jika terjadi pembelian yang lebih dari satu kali dalam satu hari atau mungkin ada pembelian yang melampaui volume yang ditetapkan, [catatannya] masuk dalam sinyal exception dan indikasinya. Ketika kita melakukan atau mengimplementasikan subsidi cepat, sinyal exception itu turun drastis," katanya.

Related Topics