Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Gerilya Para Peniru dalam Modus Penipuan Investasi

Ilustrasi investasi kripto atau crypto (unsplash.com/Kanchanara)

Jakarta, FORTUNE - Modus brand impersonation kembali marak di dunia pasar modal. Kali ini, beberapa nama sekuritas dicatut oleh para komplotan penipu, sehingga menodai citra berbagai pihak: para anggota bursa, investor, hingga regulator.

Jika biasanya media day dengan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI) dibuka dengan pemaparan prospek pasar saham, kondisi ekonomi makro, ataupun inovasi produk perusahaan, maka sesi medio Oktober 2024 agak berbeda. Head of Retail Business Market Development Mirae, Prisa Ngadianto, memulainya dengan laporan penipuan investasi yang mencatut nama Mirae.

Mirae menerima informasi ihwal kasus itu melalui saluran pengaduan perusahaan. Kira-kira ada 210 laporan yang mereka terima secara daring. Itu belum termasuk 4–5 laporan di tiap cabangnya—Mirae punya 25 kantor cabang di Indonesia.

Berdasarkan laporan, para korban dikontak oleh pihak-pihak yang berpura-pura menjadi analis, senior partner, dan kepala tim Mirae Asset Sekuritas Global sejak Juli 2024. Modusnya, meminta dukungan berupa vote karena mereka mengeklaim sedang berkompetisi di ajang trading saham global. Pesan-pesan itu dikirimkan melalui WhatsApp.

Bahkan, ada pelaku yang mengaku sebagai Direktur Mirae, Arisandhi Indrodwisatio. Berdasarkan tangkapan layar yang Fortune Indonesia lihat (17/10/2024), pelaku mencatut nama ‘Arisandhi I’ dan mengirim pesan berbunyi, “Selamat sore. Barusan Pak Shim [CEO Mirae, Tae Yong Shim] hubungi saya, udah dihubungi blum? Segera follow up."

Setelah itu, korban diundang bergabung ke dalam grup WhatsApp. Selain meminta dukungan, para pelaku pun rutin memberi rekomendasi saham jangka pendek. Profit yang dijanjikan cukup besar, sehingga korban lama-lama terbuai. Dari situ, mereka kemudian diminta melakukan investasi melalui ‘MSAWM’, aplikasi bodong yang didesain agar mirip dengan platform Mirae di Indonesia.

Prisa mengatakan, oknum meminta para korban menyetorkan uang ke RDN yang mengatasnamakan PT Mirae Global App di salah satu bank. Ini janggal, sebab, “Biasanya kan RDN atas nama pribadi investor, tapi ini anehnya atas nama perusahaan,” kata Prisa. Ia juga menjelaskan bahwa bahasa yang digunakan oleh oknum di grup tampak kaku, seperti hasil terjemahan.

Sebagai tindak lanjut, Mirae pun menggencarkan konten edukasi nasabah mengenai modus penipuan yang termasuk dalam skema impersonation itu. Tak hanya itu, Mirae juga melaporkan kasus ini ke penegak hukum. Fortune Indonesia mencoba menanyakan kelanjutan kasus ini kepada Arisandhi (12/11/2024) di Pacific Place, Jakarta, tetapi ia menolak berkomentar.

Modus lama

Impersonasi sejatinya bukan hal baru. Secara global, modus impersonasi di pasar modal pernah terjadi di berbagai negara, di antaranya: Australia, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Inggris Raya. Singkatnya, para pelaku akan mengaku sebagai entitas resmi, dari mulai perusahaan efek hingga pihak regulator, untuk menipu pihak lain demi keuntungan pribadi.

Di Indonesia, tak hanya Mirae yang mengalami. Berdasarkan informasi yang Fortune Indonesia terima, sejumlah sekuritas lain pun menjadi korban, seperti Mandiri Sekuritas, Bahana Sekuritas, hingga BRI Danareksa Sekuritas. Kami telah meminta tanggapan soal ini kepada pihak terkait, tetapi tak mendapat jawaban hingga berita ini ditulis.

Bahkan, bukan hanya sekuritas yang menjadi korban, Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku Self-Regulatory Organization (SRO) di pasar modal pun turut dicatut namanya oleh penipu.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan bahwa penipuan yang mengatasnamakan manajemen BEI memang terjadi. Aksi itu menyasar investor ritel bahkan emiten.

Untuk emiten misalnya, modus impersonation dilakukan dengan menggunakan dokumen yang ditandatangani oleh manajemen BEI lengkap dengan kop surat. “Si pelaku menghubungi emiten dan mengaku sebagai tim BEI atau sekretaris manajemen,” kata Nyoman kepada Fortune Indonesia (10/12/2024).

Oknum itu biasanya menjadikan iuran yang harus dibayarkan emiten setiap tahunnya sebagai alasan. Salah satunya, biaya pencatatan tahunan (annual listing fee), yang nilainya tergantung kapitalisasi pasar.

Ia mengamati, fenomena ini kerap terjadi ketika memasuki momen-momen tertentu, seperti hari Idul Fitri, Natal, dan tahun baru. “Namun, banyak tim dari emiten yang melakukan konfirmasi ke BEI terlebih dahulu, dan menyadari bahwa ternyata itu adalah penipuan,” kata Nyoman. Untuk itu, BEI secara rutin menyurati emiten setiap kuartal untuk menjalin relasi dengan para emiten, sekaligus sebagai bagian dari tindakan pencegahan penipuan.

Di sisi lain, bagi investor ritel, biasanya iming-iming yang ditawarkan para pelaku sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip investasi, seperti imbal hasil yang tinggi dan pasti. “Tapi yang namanya orang di bursa, biasanya greedy,” kata Nyoman. “Semua [keputusan] harus kembali ke 2L: legal dan logika,” katanya.

BEI sendiri memiliki divisi pengaduan nasabah. Ini adalah unit di BEI yang menangani keluhan dan pengaduan seputar transaksi di pasar modal, mulai dari laporan nasabah, investigasi, dan memberikan tindak lanjut yang diperlukan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us