Laba Bukit Asam di Q1 2025 Merosot 50%, Harga Batubara jadi Pemicu

- Laba Bukit Asam turun 50,5% di Q1 2025, mencapai Rp391,4 miliar dari Rp790,9 miliar tahun sebelumnya.
- Pendapatan naik 5,8% menjadi Rp9,95 triliun, tetapi beban pokok pendapatan juga meningkat menggerus laba kotor perusahaan.
- Faktor eksternal seperti harga batubara global dan perang dagang memengaruhi penurunan laba Bukit Asam.
PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), anggota holding pertambangan Indonesia MIND ID, mencatat penurunan signifikan pada laba periode berjalan.
Pada kuartal I (Q1) tahun 2025, Bukit Asam membukukan laba sebesar Rp391,4 miliar. Angka tersebut merosot sebesar 50,5 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu mencatatkan laba sebesar Rp790,9 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), PTBA mencatat kenaikan pendapatan sebesar 5,8 persen menjadi Rp9,95 triliun per akhir Maret 2025, dari Rp9,40 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, peningkatan beban pokok pendapatan dari Rp7,99 triliun menjadi Rp8,91 triliun pada akhirnya menggerus laba kotor perusahaan menjadi Rp1,04 triliun.
Jadi, bila dibandingkan dengan kuartal I 2024 yang mencatatkan laba kotor sebesar Rp1,41 triliun, terlihat adanya penurunan sekitar Rp370 miliar.
Penurunan laba semakin tajam setelah memperhitungkan beban usaha. Beban umum dan administrasi meningkat menjadi Rp505,5 miliar, sedangkan beban penjualan dan pemasaran naik menjadi Rp196,7 miliar.
Penghasilan lainnya juga mengalami penurunan menjadi Rp97,9 miliar. Kombinasi ini menyebabkan laba usaha PTBA terjun ke angka Rp442,8 miliar, dari Rp948,1 miliar pada kuartal I tahun lalu.
Selain itu, faktor eksternal turut memperburuk kinerja laba Bukit Asam. Pendapatan keuangan menurun menjadi Rp49,9 miliar, sementara biaya keuangan melonjak menjadi Rp67,4 miliar. Laba bersih dari entitas asosiasi dan ventura bersama juga turun dari Rp109 miliar menjadi Rp92,8 miliar.
Akibatnya, laba sebelum pajak penghasilan merosot menjadi Rp518,1 miliar, jauh di bawah pencapaian Rp1,07 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun begitu, total aset perusahaan tercatat naik tipis menjadi Rp42,2 triliun pada akhir kuartal I 2025, dibandingkan Rp41,7 triliun di akhir 2024.
Dirut PTBA buka suara
Direktur Utama PT Bukit Asam, Arsal Ismail, menjelaskan bahwa penurunan laba terutama dipicu oleh merosotnya harga batubara di pasar internasional.
"Harga global itu tidak bisa kita intervensi, sifatnya di luar kendali. Tentu berdampak pada kondisi keuangan perusahaan," ungkapnya kepada media seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (5/5).
Arsal juga menyebutkan bahwa tensi perang dagang, termasuk tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) terhadap beberapa negara, turut menekan stabilitas permintaan batubara global. China sebagai pasar utama ekspor batubara Indonesia pun terpengaruh.
“Kalau perang dagang tak kunjung selesai, pertumbuhan ekonomi China bisa melambat. Itu akan mengganggu keseimbangan antara pasokan dan permintaan,” katanya.
Selain China, permintaan dari India juga tercatat melemah. Kondisi ini turut mendorong penurunan harga batubara secara global. Imbas langsungnya, laba Bukit Asam ikut tertekan sepanjang Januari hingga Maret 2025.
Dengan dinamika pasar global yang belum stabil, PTBA perlu terus melakukan penyesuaian strategi agar tetap kompetitif dan menjaga kesehatan keuangan, meskipun tekanan terhadap laba Bukit Asam diperkirakan masih akan berlanjut dalam jangka pendek.