MARKET

Krisis Properti Cina, Bagaimana Dampaknya Ke Ekonomi Indonesia

Krisis properti dinilai tidak banyak berdampak ke Indonesia.

Krisis Properti Cina, Bagaimana Dampaknya Ke Ekonomi IndonesiaShutterstock/hxdbzxy
21 September 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Krisis keuangan yang dialami salah satu perusahaan properti terbesar di Cina, Evergrande, menyita perhatian publik, terutama kalangan pelaku pasar. Dalam beberapa hari terakhir, berkembang kekhawatiran bahwa masalah tersebut dapat merembet ke perekonomian Cina dan pada gilirannya berimbas ke ekonomi global termasuk Indonesia.

China Evergrande Group merupakan perusahaan properti terbesar kedua di Negeri Tirai Bambu dan telah berdiri sejak 1996. Perusahaan ini memiliki bisnis utama pembangunan properti real estate. Selain properti, Evergrande juga memiliki portofolio bisnis di bidang lain, seperti kendaraan listrik, air minum kemasan, dan pariwisata.

Mengutip Fortune, Evergrande selama bertahun-tahun membangun bisnis real estate dengan bersandar pada utang. Hingga Selasa (14/9), perusahaan mengumumkan tidak dapat menjual properti serta asetnya untuk membayar pinjaman jatuh tempo mencapai US$300 miliar atau sekitar Rp4.350 triliun.

Evergrande bahkan menyampaikan arus kasnya juga dalam tekanan. Selain itu, perusahaan ini mengonfirmasi bahwa dua anak perusahaannya juga telah mengalami gagal bayar produk wealth management sekitar US$145 juta atau setara Rp2,10 triliun.

Di tengah kabar tersebut, pada Senin (20/9) harga saham Evergrande pun turun 10,2 persen. Bahkan sejak awal tahun, kapitalisasi pasar perusahaan ini turun dari US$24 miliar menjadi US$5 miliar.

Risiko Sistemik di Cina

Potensi bangkrut Evergrande membuat banyak pihak khawatir akan dampak sistemiknya bagi perekonomian Cina. Pasalnya, 70 sampai 80 persen kekayaan rumah tangga di negeri tersebut bertaut dengan pasar properti.

Para pelaku pasar pun cemas bahwa kisah Evergrande dapat menjadi versi lain kasus Lehman Brothers, perusahaan sekuritas Asal Amerika Serikat yang bangkrut dan diyakini memicu krisis ekonomi pada 2008.

Pemerintah Cina dikabarkan tengah mengumpulkan sejumlah ahli keuangan dan hukum demi membantu penyelesaian krisis Evergrande. Otoritas di negara tersebut tengah mendorong upaya restrukturisasi dan belum berencana mengajukan bailout kepada Evergrande.

Dampak ke Ekonomi Indonesia

Lantas, bagaimana dampak krisis properti Evergrande ke perekonomian dalam negeri? Direktur Riset Center of Reforms on Economics (Core), Piter Abdullah, menjelaskan dampak suatu krisis ekonomi dari satu negara ke negara lainnya biasanya akan terasa di dua sektor: keuangan dan perdagangan.

Menurut Piter, untuk sektor keuangan, misalnya, diperkirakan kejatuhan Evergrande tidak berdampak banyak. Pasalnya, lanjut dia, sistem keuangan Indonesia tidak terlalu terkoneksi dengan sistem keuangan global. Terlebih lagi, para pelaku pasar dalam negeri juga tidak banyak menanamkan uangnya pada instrumen keuangan global seperti surat utang.

“Ketika terjadi krisis ekonomi akibat subprime mortgage 2008 lalu, kita kan juga tidak terlalu terdampak. Di Amerika Serikat terjadi gagal bayar surat utang yang terkait dengan subprime mortgage itu tapi pelaku keuangan kita tidak banyak bermain di sana sehingga relatif aman,” kata Piter kepada Fortune Indonesia, Selasa (21/9).

Doktor Lulusan Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan bisa jadi dampak krisis properti di Cina akan lebih terasa di sektor perdagangan. Menurutnya, hal ini bisa terjadi ketika, misalnya, krisis properti ini ternyata memperlambat perekonomian di negara tersebut sehingga berdampak terhadap permintaan barang dan jasa yang turun.

Dengan penurunan permintaan barang dan jasa itu, lanjut Piter, otomatis barang-barang ekspor andalan Indonesia ke Cina juga akan terdampak. “Mungkin bisa menganggu kenaikan harga komoditas yang kita alami tapi perkiraan saya juga enggak besar dampaknya,” katanya.

Kepada Fortune Indonesia, Analis pasar modal sekaligus Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, mengatakan masalah Evergrande telah menimbulkan sentimen negatif ke pasar saham di Indonesia. Akan tetapi, menurutnya, itu hanya akan berlaku sementara.

“Ada imbasnya ke pasar saham kita tapi itu enggak signifikan sekali,” kata Hans. “Ini seperti kejutaan sesaat di pasar saja karena bagaimana pun Cina salah satu perekonomian terbesar di dunia.”

Menurut Hans, alih-alih krisis Evergrande, tantangan perekonomian Cina saat ini justru masih datang dari kondisi pandemi Covid-19. Dia pun memperkirakan, pemerintah Cina tentu akan melakukan intervensi khusus dalam menyelesaikan masalah krisis properti tersebut. “Saya kira kalau dilihat ini bakal sistemik pemerintah Cina pasti akan bailout,” katanya.

Pada perdagangan Senin (20/9), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup pada level 6.072,22 per saham. Angka itu terkontraksi 82 persen dari penutupan Jumat (17/9) di posisi 6.122,19.

Related Topics