MARKET

Mansek: Kenaikan Suku Bunga BI Tak Perlu Agresif, Mengapa?

Mansek proyeksikan suku bunga BI hanya naik 50 bps.

Mansek: Kenaikan Suku Bunga BI Tak Perlu Agresif, Mengapa?Ilustrasi Bank Indonesia/ Shutterstock Harismoyo
10 January 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Mandiri Sekuritas memprediksi kenaikan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) Bank Indonesia (BI) akan mencapai puncaknya pada kuartal pertama 2023, yakni di posisi 6 persen.

“Ada kenaikan lagi 50 basis poin yang di-front load pada kuartal pertama 2023,” kata kepala Ekonom Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, Selasa (10/1).

Menurutnya, suku bunga di level 6 persen akan bertahan sampai penghujung 2023. Proyeksi itu dibuat berdasarkan perkiraan penurunan inflasi dari 5,5 persen pada September 2022 menjadi 3,8 persen pada Desember 2023.

Lebih lanjut, Mandiri Sekuritas menilai BI tak memerlukan langkah agresif dalam meningkatkan suku bunga acuan. Mengapa demikian?

“Karena dua tahun terakhir, kita sudah diuntungkan oleh harga komoditas. Selain itu, sebelum menaikkan suku bunga acuan, BI sudah meningkatkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara agresif lebih dulu,” jelasnya.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dan neraca transaksi

Lebih lanjut, Leo juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan bertumbuh hingga 4,9 persen (YoY) pada 2023. Penopangnya adalah kenaikan konsumsi masyarakat yang diprediksi mencapai 4 sampai 6 persen (YoY). Itu seiring dengan proyeksi penurunan inflasi, periode jelang pemilihan umum tahun depan, serta pertumbuhan pendapatan riil masyarakat.

Adapun, pendapatan minimum masyarakat diperkirakan akan mencapai hampir 7,2 persen pada 2023. “Ini penting dalam mendukung daya beli masyarakat. Di saat yang ama, angka pengangguran jug terus menurun,” katanya.

Lalu, proyeksi penurunan inflasi didasari oleh subsidi sejumlah biaya logistik bahan pangan strategis, yang diprediksi akan terus terjadi di tahun ini.

Sementara itu, injeksi dana jelang pemilu diperkirakan bisa mencapai 0,6 persen sampai 1,3 persen terhadap PDB pada paruh kedua 2023. “Walaupun ada injeksi [dana], itu tak akan serta-merta menghasilkan risiko inflasi [karena output gap tahun ini masih negatif sedikit],” imbuhnya.

Kendati demikian, neraca transaksi berjalan (current account) diproyeksi defisit lagi sebesar 0,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 

Ia berujar, “Pertumbuhan [ekonomi] akan melambat tapi manageable. Pelemahan terjadi akibat pelemahan ekspor dan perlambatan investasi.”

Related Topics