5 Perubahan UU Kepariwisataan Terbaru, Ini Aturan yang Disesuaikan

- Pemerintah menyempurnakan UU Kepariwisataan melalui lima perubahan substansial.
- Regulasi baru menekankan ekosistem wisata, kualitas destinasi, dan promosi budaya.
- Insentif serta penguatan peran masyarakat lokal menjadi elemen strategis dalam UU terbaru.
Jakarta, FORTUNE — Pemerintah resmi memberlakukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2025 sebagai perubahan ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan).
Regulasi baru ini ditetapkan dan diundangkan pada 29 Oktober 2025, menjadi landasan hukum utama untuk mengarahkan pembangunan pariwisata nasional ke model yang lebih berkualitas, inklusif, serta berkelanjutan.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan bahwa penyesuaian aturan diperlukan untuk menghadapi tantangan sektor yang terus berubah. Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan pariwisata dalam UU yang baru harus bersifat “berkualitas, inklusif, adaptif, inovatif, sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan keterbaruan.”
1. Pergeseran konsep dari industri ke ekosistem pariwisata
Perubahan pertama yang disorot dalam UU Kepariwisataan adalah peralihan paradigma dari "industri pariwisata" menjadi "ekosistem kepariwisataan."
Pergeseran ini menegaskan bahwa sektor pariwisata bukan hanya kumpulan pelaku usaha, tetapi sistem yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lain secara terintegrasi.
Pendekatan ekosistem menempatkan masyarakat lokal sebagai bagian aktif dalam proses pengembangan dan bukan sekadar objek wisata.
UU Kepariwisataan yang baru menempatkan hubungan antarpelaku dalam satu kesatuan yang saling bergantung sehingga memperkuat kolaborasi serta pengelolaan sektor secara menyeluruh.
2. Penguatan pengelolaan destinasi berbasis kualitas
Perubahan kedua berfokus pada ketentuan pengelolaan destinasi pariwisata. Dalam regulasi terbaru, pengelolaan harus dilakukan secara efektif, profesional, akuntabel, dan berkelanjutan.
Elemen yang sebelumnya belum diatur secara rinci—seperti inovasi, penguatan ekonomi, dan mitigasi bencana—kini menjadi bagian dari persyaratan pengelolaan. Menteri Pariwisata menekankan pentingnya standar tinggi dalam pengelolaan destinasi.
3. Promosi pariwisata berbasis budaya dan diaspora
Regulasi baru memperluas ruang strategi pemasaran melalui penguatan promosi yang berbasis budaya serta melibatkan diaspora Indonesia.
Pemerintah menilai pemanfaatan komunitas diaspora dapat memperkuat citra pariwisata nasional di kancah global melalui jejaring internasional yang lebih luas. Strategi tersebut juga melibatkan kolaborasi lintas kementerian untuk menciptakan promosi yang lebih terarah, adaptif, dan konsisten dengan identitas budaya Indonesia.
4. Insentif untuk pelaku usaha pariwisata
Salah satu perubahan krusial dalam UU Kepariwisataan adalah pemberian insentif kepada pelaku usaha pariwisata. Insentif fiskal mencakup keringanan pajak daerah, retribusi, serta fasilitas pembiayaan yang dapat menurunkan beban operasional dan investasi.
Adapun insentif non-fiskal meliputi kemudahan perizinan, peningkatan infrastruktur pendukung, hingga fasilitasi promosi. Kebijakan ini dirancang untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mendorong ekspansi investasi di sektor pariwisata nasional.
5. Bab baru: Pariwisata berbasis masyarakat lokal
Perubahan signifikan lainnya adalah penambahan satu bab khusus mengenai Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal. Dalam ketentuan ini, masyarakat diberi peran lebih besar dalam pengelolaan destinasi serta pengambilan keputusan.
Pemerintah menegaskan bahwa pendekatan ini dimaksudkan untuk memastikan manfaat ekonomi dan sosial dapat dirasakan langsung oleh komunitas setempat. Dengan memasukkan ketentuan ini ke dalam UU, keterlibatan komunitas tidak lagi bersifat opsional, tetapi menjadi bagian dari struktur kebijakan nasional.
Regulasi baru diharapkan jadi fondasi penguatan ekosistem wisata
Kementerian Pariwisata menilai UU Kepariwisataan yang telah disempurnakan ini memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi seluruh ekosistem pariwisata, mulai dari pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, hingga masyarakat lokal.
Widiyanti menutup dengan ajakan, “Mari kita jadikan UU Nomor 18 Tahun 2025 ini sebagai momentum untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat.”
FAQ seputar perubahan UU Kepariwisataan terbaru
| Kapan UU Kepariwisataan terbaru disahkan? | UU Nomor 18 Tahun 2025 ditetapkan dan diundangkan pada 29 Oktober 2025. |
| Berapa poin perubahan utama dalam UU Kepariwisataan? | Terdapat lima perubahan pokok yang mengatur ekosistem, destinasi, promosi, insentif, dan peran masyarakat lokal. |
| Apa tujuan utama revisi UU Kepariwisataan? | Revisi bertujuan menyesuaikan regulasi dengan perkembangan sektor dan memperkuat pariwisata sebagai pilar pembangunan nasional. |


















