Epidemiolog Sebut Status Pandemi Bukan Wewenang WHO

Kewenangan WHO adalah status PHEIC.

Epidemiolog Sebut Status Pandemi Bukan Wewenang WHO
Simbol World Health Organization (WHO). (Pixabay/Padrinan)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebut tak memiliki kewenangan menyatakan suatu penyakit menjadi pandemi, apalagi sampai menentukan kapan sebuah negara berstatus endemi.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan bahwa anggapan bahwa WHO berwenang menentukan status pandemi atau endemi tidaklah mendasar. “Yang ada adalah status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), itu yang jadi regulasi atau konvensinya adalah International Health Regulation (IHR) 2005,” katanya kepada Fortune Indonesia, Kamis (23/2).

Status pandemi pun sebenarnya tidak bersifat formal. Penerapannya akan tergantung pada setiap pemerintah suatu negara. “Tapi, ketika PHEIC dicabut ya otomatis tidak jadi pandemi lagi,” ujarnya.

Tiga tingkatan

Dicky Budiman. (dok. Pribadi)

Dicky mengatakan terdapat tiga tingkatan yang menunjukkan penyebaran penyakit atau wabah di suatu daerah, yaitu:  epidemi, endemi, dan terkendali. “Ketiga status ini sebenarnya dinamis, ada di semua negara. Bahkan, ada di satu negara yang memiliki ketiga status ini, seperti Indonesia,” ujarnya.

Namun, bagaimanapun yang paling baik adalah status terkendali. Meski begitu, penilaian ini seringkali terjadi di tengah keterbatasan atau semakin menurunnya kapasitas test dan penelusuran penyebaran penyakit, sehingga masyarakat dan pemerintah harus tetap waspada jika sewaktu-waktu terdapat kenaikan kasus. 

Arah endemi

Sejumlah aturan telah dilonggarkan, tapi pemakaian masker tetap direkomendasikan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Dicky optimis bahwa saat ini situasinya sudah memungkinkan penetapan status endemi. Namun, bukan berarti ketika dicabut, lalu masyarakat di setiap negara bebas untuk beraktivitas seolah tak pernah ada pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan penyakit berbasis virus, seperti Covid-19, perlu waktu untuk dinilai secara retrospektif–membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dengan melihat ke belakang.

Selain itu, bila status PHEIC dari WHO belum dicabut, maka sebuah daerah bisa dikatakan masih berstatus pandemi. “Meskipun status akut dari pandeminya sudah terlewati, karena di beberapa negara indikatornya sudah ke arah endemi,” ujarnya.

Jangan senang endemi

Sejumlah warga melintasi zebra cross di Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Minggu (15/5). (ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto)

Dicky mengingatkan bahwa status endemi bukan berarti wabah penyakit hilang dari tengah hidup manusia, justru hal ini menunjukkan ketidakmampuan manusia menghilangkan virus tersebut.

Virus seperti Covid-19, kata Dicky, justru akan makin kuat, berevolusi sampai bisa menerobos proteksi imunitas dan berbahaya bagi mereka yang ada dalam kondisi rawan–memiliki penyakit bawaan atau sudah berusia lanjut.

“Itu adalah tanggung jawab pemerintah, tanggung jawab masyarakat, untuk melindungi mereka (kelompok rawan), kalau tidak ya mereka jadi korban. Ingat, kita bisa mencapai tahapan seperti saat ini itu melalui periode di mana kita ‘mengorbankan’ kelompok paling rawan di masyarakat kita, yang meninggal dalam gelombang Delta, Beta, Alpha, dan Omicron awal,” ujar Dicky.

Dampak jangka panjang

Ilustrasi endemi. (Pixabay/geralt)

Vaksinasi, menurutnya, tak akan mampu melindungi secara optimal bila tak disertai berbagai upaya lain. Perlindungan kualitas udara di dalam maupun luar ruangan, protokol kesehatan, serta kemandirian masyarakat dalam menilai risiko, tetap dibutuhkan, walaupun PPKM sudah dicabut. “Ini masih jadi pekerjaan rumah di Indonesia, bahkan dunia,” katanya. 

Bila tidak dilakukan, hal ini akan berdampak penularan lebih serius di masyarakat, apalagi dikaitkan dengan adanya dampak ‘long covid’. “Angka penyakit paru setidaknya 3 kali lebih meningkat, belum di otak dan jantung. Ini yang akan membuat sebagian masyarakat kita sakit-sakitan. Kita keluar dari status pandemi dan kedaruratan, tapi menghadapi ancaman tsunami long covid,” ujar Dicky.

Related Topics

EpidemiologPandemi

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Ekspor Nonmigas April 2024: Logam Mulia Turun, Nikel Naik
Ini Tips Kelola Keuangan Untuk Pasturi yang LDR Antar Negara
Dibayangi Risiko Geopolitik,Ekonomi RI Diprediksi Tumbuh 5,06% di 2024
Gandeng Spotify, Boss Creator & Podkemas Asia Hadirkan PODFEST 2024
Riset East Ventures: Kesenjangan Digital RI Turun Meski Spread Naik
Impor Barang Konsumsi Januari-April 2024 Melesat 12,55%, Ini Pemicunya