Ini Kata Pengamat Tentang Pengaruh Ketegangan Cina-Taiwan Terhadap RI

AS belum memutuskan apapun pada kerja sama dengan Cina.

Ini Kata Pengamat Tentang Pengaruh Ketegangan Cina-Taiwan Terhadap RI
Ilustrasi hubungan Tiongkok-Taiwan-AS. (ShutterStock/Khanthachai C)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Analis Macro Strategy and Equity, Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Lionel Priyadi, menyatakan ketegangan Cina dan Taiwan beberapa waktu terakhir bisa mempengaruhi aktivitas perdagangan Indonesia.

Menurutnya, pengaruh tersebut berkaitan kerja sama dengan Jepang dan Korea Selatan di sektor manufaktur dan komoditas. “Tetapi potensi untuk berkembang menjadi perang sangat kecil karena ekonomi Cina sendiri tengah berada dalam kondisi yang buruk akibat lockdown Omicron yang masih berlanjut,” ujar Lionel kepada Fortune Indonesia, Kamis (11/8).

Namun demikian, dampak yang terjadi mungkin tidak signifikan. “Pasar menganggap aksi Cina di Taiwan tidak lebih dari sekedar gertak sambal saja. Kecuali, Taiwan memerdekakan diri secara formal, bisa terjadi perang besar di sana,” katanya.

Sikap netral Indonesia

Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Cina Xi Jinping. (dok. Setpres)

Menyikapi hal ini, Indonesia menurutnya akan bersikap netral. Hal ini diperkirakan berkenaan dengan tekanan dari Jepang dan Amerika Serikat (AS)–yang terlibat pelatihan Garuda Shield bersama Indonesia–untuk tidak membela Cina.

Terlebih sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa Indonesia tetap menganut kebijakan ‘One China Policy’. Kebijakan ini adalah pengakuan bahwa hanya ada satu negara berdaulat dengan nama Cina, dan Taiwan jadi salah satu bagiannya.

Penghapusan beberapa tarif dagang

Presiden Amerika Serikat Joe Biden. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Melansir Reuters, Kamis (11/8), pemerintah AS tengah memikirkan ulang tentang penghapusan beberapa tarif bagi kegiatan dagang Cina di AS. Namun, mengingat situasi perekonomian global yang sedang diterpa inflasi, termasuk di AS, keputusan ini masih menggantung.

"Presiden belum membuat keputusan sebelum peristiwa di Selat Taiwan dan masih belum membuat keputusan, titik. Tidak ada yang ditunda atau ditunda, dan semua opsi tetap ada di atas meja," kata juru bicara Gedung Putih, Saloni Sharma. "Satu-satunya orang yang akan membuat keputusan adalah Presiden Biden–dan dia akan melakukannya berdasarkan apa yang menjadi kepentingan kita."

Hubungan perdagangan yang ‘berat’

Bendera Cina. (Pixabay/SW1994)

Sedangkan juru bicara kedutaan besar Cina di Washington, Liu Pengyu, mengatakan bahwa hubungan ekonomi dan perdagangan antara kedua negara sedang menghadapi tantangan yang cukup ‘berat’.

"Kunjungan (Pelosi) telah merusak landasan politik hubungan Cina-AS dan pasti akan menyebabkan gangguan besar pada pertukaran dan kerja sama antara kedua belah pihak," kata Pengyu kepada Reuters.

Reuters melaporkan, kesepakatan perdagangan Cina-AS yang dicapai pada pemerintahan Trump di akhir 2019 dengan pemerintahan Trump, mengharuskan China meningkatkan pembelian pertanian AS dan barang-barang manufaktur, energi, dan jasa sebesar US$200 miliar pada tahun 2020 dan 2021 di atas level 2017.

Namun, Cina gagal memenuhi komitmen ini, yang mencakup peningkatan impor barang-barang manufaktur AS senilai US$77,7 miliar selama dua tahun, termasuk pesawat terbang, mesin, kendaraan, dan obat-obatan.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M