Menkes Sebut Cacar Monyet Belum Masuk Kriteria Pandemi

Kata Menkes, penanganannya di Indonesia relatif lebih mudah.

Menkes Sebut Cacar Monyet Belum Masuk Kriteria Pandemi
Ilustrasi virus cacar monyet. (WHO)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan bahwa cacar monyet belum masuk kriteria sebagai pandemi. Hal ini berbeda dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakannya sebagai darurat kesehatan global.

“Cacar monyet sebenarnya kategorinya masih di bawah pandemi. Jadi belum masuk pandemi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan protokol kesehatannya perlu dijaga, surveilansnya masih dijaga, kalau bisa vaksinasi dan pengobatannya disiapkan,” kata Menteri Budi Gunadi, Selasa (26/7).

Sampai saat ini, Budi menyebut di Indonesia belum terdeteksi satu pun cacar monyet. Beberapa waktu lalu, Kemenkes sempat mendeteksi sembilan pasien yang menjadi suspek, namun ternyata semuanya dinyatakan negatif cacar monyet.

Penanganan cacar monyet di Indonesia lebih mudah dari Covid-19

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. (dok. Setkab)

Menurut Menkes, upaya pelacakan kasus Monkeypox di Indonesia relatif akan lebih mudah dibandingkan pasien Covid-19. “Surveillansnya mudah, karena itu memiliki gejalanya fisik. Tes-nya secara bakteriologis dilakukan PCR, Kemenkes sudah ada alat PCR dan reagen,” ujarnya.

Hingga saat ini, Kemenkes memiliki sekitar 500 unit reagen PCR cacar monyet untuk kebutuhan surveillans di seluruh pintu masuk Indonesia, baik bandara maupun pelabuhan. Namun, saat ini Kemenkes sedang mengusahakan tambahan kebuthan reagen PCR Cacar monyet impor dari Cina.

“Biar tidak khawatir, ini baru akan menular sesudah ada gejala, berbeda dengan Covid-19 yang bisa menular sebelum ada gejala, sedangkan cacar monyet gejala dulu di fisik, baru menular dan harus kontak fisik cairannya,” kata Budi. 

Vaksin cacar efektif untuk melindungi

Ilustrasi vaksin di dunia. (Pixabay/qimono)

Lebih lanjut, Menteri Budi mengatakan bahwa cacar monyet atau Monkeypox masih satu genus dengan cacar pendahulunya, atau Smallpox. “Kalau kita pernah divaksin cacar pada tahun 1970-an atau kelahiran seperti, yang lansia-lansia itu imunitasnya ada. (Vaksin) cacar itu beda dengan Covid-19 yang turun setiap enam bulan,” ungkapnya.

Vaksin cacar masih efektif memberikan perlindungan terhadap penerima manfaat dari risiko penularan cacar monyet. Vaksin ini punya kemampuan untuk melindungi penerima manfaat seumur hidup. “Buat yang sudah divaksinasi cacar, maka relatif terlindungi, kemudian dari perawatannya sudah ada antivirusnya juga,” ucapnya.

WHO minta penguatan pengawasan di Asia Tenggara

Simbol World Health Organization (WHO). (Pixabay/Padrinan)

Pada pakan terakhir Juli ini, Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara, Poonam Khetrapal Singh, meminta negara-negara di kawasan ini untuk memperkuat sistem pengawasan terhadap penyebaran cacar monyet.

Secara global, sudah terdapat lebih dari 16.000 kasus cacar monyet dan dilaporkan terjadi di sekitar 75 negara. Bahkan, empat di antaranya terjadi di India sebanyak tiga kasus dan Thailand satu kasus. WHO pun sudah menetapkan penyakit cacar monyet sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC).

“Cacar monyet telah menyebar dengan cepat ke banyak negara yang belum pernah mengalami kejadian sebelumnya,” ujar Khetrapal Singh dalam keterangan resmi, Senin (25/7). “Yang penting, upaya dan tindakan yang dilakukan terfokus harus sensitif, tanpa stigma, atau diskriminasi.”

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M