Jokowi Kejar Hilirisasi Batu Bara untuk Tekan Impor Elpiji dan Subsidi

DME dapat mengurangi subsidi APBN hingga Rp70 triliun.

Jokowi Kejar Hilirisasi Batu Bara untuk Tekan Impor Elpiji dan Subsidi
Presiden Jokowi melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME, di Muara Enim, Sumsel, Senin (24/1). (dok.Setkab)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mendorong kebijakan hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME). Hal ini diharapkan bisa menekan impor LPG (Liquid Petroleum Gas) yang mencapai Rp80 triliun atau sekitar 75 persen dari total kebutuhan.

Menurutnya, proyek hilirisasi industri batu bara ini tidak hanya menjadi nilai tambah bagi masyarakat, tapi juga menciptakan lapangan kerja. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki banyak bahan baku yang bisa dimanfaatkan. 

"Hampir mirip dengan LPG, tadi saya sudah melihat bagaimana api kalau yang dari DME untuk memasak dan api yang dari LPG kalau untuk memasak, sama saja,” ujar Jokowi saat dalam seremoni peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek hilirisasi pada Senin (24/1) di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan,  dilansir dari laman resmi Setkab, Senin  (24/1).

Oleh karenanya, pemerintah akan mengejar transisi LPG ke DME, sekaligus mengurangi subsidi dari APBN yang mencapai Rp60 hingga Rp70 triliun rupiah. “Selain kita bisa memperbaiki neraca perdagangan kita karenatak  impor, kita bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan kita karena tidak impor,” katanya.

Pembangunan pabrik DME

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan bahwa harapan Presiden terhadap transisi menuju DME sangat mungkin terjadi bila program ini berjalan dengan baik.

“Jika pemerintah tidak mengambil tindakan untuk memulai membangun pabrik DME, saya khawatir nanti DME ini tidak berjalan, meskipun memang butuh inovasi kembali agar investasi ini bisa lebih murah,” ujarnya saat dihubungi Fortune Indonesia (24/1).

Menurutnya, langkah pemerintah ini sudah tepat dan bisa diikuti dengan lebih mengoptimalkan program lain untuk menekan impor LPG.

“Seperti program jaringan gas dan kompor induksi atau kompor listrik. Jika ini bisa berjalan beriringan dengan DME, maka impor LPG akan semakin kecil. Mungkin hanya perlu insentif-insentif saja agar bisa diterima oleh masyarakat,” kata Mamit.

Nilai ekonomis DME

Terlepas dari potensi DME untuk menggantikan LPG, Mamit mengkhawatirkan tentang kepastian harganya, saat diterapkan ke masyarakat. Pasalnya, hingga kini belum ada yang dapat memastikan nilai ekonomis DME dibanding LPG, mengingat investasinya sangat besar.

“Selain itu, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat jika nanti sudah berjalan, agar masyarakat bisa merasa aman dengan menggunakan LPG. Jika harga tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat, maka pemerintah harus memberikan subdisi agar harga terjangkau,” ucap Mamit.

Terbukanya lapangan pekerjaan baru

Presiden menyampaikan bahwa proyek hilirisasi batu bara ke DME ini sudah diperintahkan sejak enam tahun yang lalu. namun sayangnya, masih ada pihak-pihak yang masih nyaman dengan impor. Padahal, proyek ini akan membuka lapangan pekerjaan hingga 11-12 ribu orang. 

"Kalau ada lima investasi seperti yang ada di hadapan kita, 70 ribu lapangan pekerjaan akan tercipta. Itu yang langsung, yang tidak langsung biasanya 2-3 kali lipat. Inilah kenapa saya ikuti terus,” ujar Jokowi. 

Target Selesai

Usai mengumpulkan jajarannya, mantan Walikota Solo ini memastikan, proyek hilirasi tersebut bisa selesai dalam waktu 30 bulan. Presiden juga berharap bahwa proyek hilirasi serupa bisa dilakukan di tempat lain karena Indonesia memiliki deposit batu bara yang cukup. 

“Jangan ada mundur-mundur lagi, dan kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain. Karena ini hanya bisa menyuplai Sumsel dan sekitarnya, kurang lebih 6 juta KK. Karena kita memiliki deposit batu bara yang jauh dari cukup kalau hanya untuk urusan DME ini, sangat kecil,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam, Rafli Yandra, mengatakan bahwa proyek ini bernilai sebesar US$2,1 juta atau setara dengan Rp30 trilliun. Menurutnya, proyek ini akan mengubah 6 juta ton batu bara menjadi 1,4 juta ton DME setiap tahunnya.

“Kami berharap dengan dukungan Bapak Presiden beserta dengan kementerian dan lembaga yang terkait, pembangunan pabrik DME ini akan berjalan dengan lancar,” ujarnya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen