Peran Penting Menteri Keuangan Dunia Dalam Transisi Hijau

Butuh pendekatan multilateral untuk hadapi perubahan iklim.

Peran Penting Menteri Keuangan Dunia Dalam Transisi Hijau
Ilustrasi Global Warming (Netivist.org)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Di tengah kian tingginya ancaman perubahan iklim, koalisi Menteri Keuangan dunia berperan penting dalam memerangi perubahan iklim serta memfasilitasi transisi hijau yang adil dan terjangkau.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, ketua kelompok negara berkembang dalam pertemuan ke-6 Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Iklim, mengatakan pendekatan multilateral sangat penting agar upaya seluruh negara terkait perubahan iklim bisa terkoordinasi.

Itu “memberi pesan yang kuat mengenai pentingnya mengarusutamakan iklim ke dalam kebijakan ekonomi dan keuangan, serta mendesain transisi hijau yang adil dan terjangkau untuk setiap negara,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (13/10).

Dalam pertemuan yang menjjadi bagian dari rangkaian Pertemuan Tahunan Kelompok Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional 2021, Sri Mulyani mengatakan koalisi mengakui pentingnya aksi iklim yang berarti serta perlunya perubahan sistemik dalam kebijakan ekonomi dan keuangan. “Koalisi berperan penting dan nyata karena memfasilitasi komunikasi, pembagian pengalaman antaranggota termasuk dalam pertemuan hari ini,” katanya.

Para anggota Koalisi mengesahkan Pernyataan Bersama Menteri, Laporan Tahunan 2021, dan kesepakatan untuk berkontribusi terhadap COP26 pada November. Para menteri keuangan dunia berharap agar anggota Koalisi dapat bekerja sama dengan mitra kelembagaan dan pemangku kepentingan untuk lebih memahami tantangan teknis dan politik dalam menerapkan Prinsip Helsinki.

6 Prinsip Helsinki dalam program kerja para Menkeu

Program kerja yang dilaksanakan oleh menteri keuangan tiap negara anggota Koalisi mengacu pada 6 Prinsip Helsinki: menyelaraskan kebijakan dengan Persetujuan Paris, berbagi pengalaman dan keahlian, mempromosikan nilai ekonomi karbon, mengarusutamakan iklim dengan kebijakan ekonomi, memobilisasi pembiayaan iklim, dan terlibat dalam implementasi Nationally Determined Contribution (NDC).

Salah satu penerapan Prinsip Helsinki terkait pengarusutamaan iklim dengan kebijakan ekonomi ialah penandaan anggaran iklim. Selain itu, upaya inisiatif keuangan berkelanjutan yang jumlahnya sudah mencapai 185 di seluruh dunia. Komunitas global seperti G20 juga telah membuat kemajuan dengan membentuk Kelompok Kerja Keuangan Berkelanjutan G20.

Berbagai kebijakan yang mendukung transisi yang adil dan terjangkau sangat penting agar aksi iklim dapat berdampak nyata pada pertumbuhan yang berkelanjutan, stabilitas keuangan dan fiskal, peningkatan lapangan kerja, dan pengurangan kesenjangan. Untuk negara berkembang, transisi ini juga dapat mendorong keberhasilan pembangunan.

Tantangan dalam pencapaian keuangan berkelanjutan

Namun demikian, masih terdapat tantangan dalam mencapai keuangan berkelanjutan di dunia, karena saat ini baru sepertiga dari 185 inisiatif keuangan berkelanjutan yang menggunakan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan. Kepatuhan dampak iklim secara nyata pun belum dapat diukur secara akurat.

Penerapan pajak karbon sebagai bagian dari transisi hijau

Upaya lain yang dilakukan dalam penanganan iklim yaitu penerapan pajak karbon. Saat ini, terdapat 64 instrumen harga karbon yang telah berjalan, dan tiga masuk jadwal implementasi. Di Indonesia, pemerintah baru saja menetapkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang juga mencakup pajak karbon.

Implementasi pajak karbon mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu dari sedikit negara yang memiliki skema pajak karbon di dunia. Pajak karbon ini juga merupakan bukti komitmen Indonesia yang semakin serius dalam menangani risiko perubahan iklim.

Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong transisi hijau dan mencapai komitmen penurunan emisi Indonesia yang tertuang dalam dokumen NDC pada Persetujuan Paris tahun 2016. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Selain itu, komitmen untuk mendorong transisi hijau juga dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Indonesia juga telah memiliki roadmap untuk mencapai net zero emission pada 2060.

Upaya transisi hijau lain yang dilakukan Indonesia

Selain pajak karbon, upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan transisi hijau yaitu pemberian insentif pajak untuk sektor energi terbarukan, subsidi bagi sektor energi dan transportasi yang lebih ramah lingkungan, dan penandaan anggaran.

Dari sisi pembiayaan, pemerintah melakukan skema pembiayaan inovatif seperti menerbitkan Green Sukuk yang telah ada sejak 2018.

Selain itu, untuk memperoleh akses pendanaan internasional, Indonesia bekerja sama dengan Green Climate Fund dan membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Sedangkan, untuk menarik lebih banyak pembiayaan swasta atau non-APBN, Indonesia tengah mengembangkan kerangka keuangan berkelanjutan (sustainable finance) berupa taksonomi hijau di tingkat nasional.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia
Bisnis Otomotif dan Alat Berat Lesu, Laba Bersih Astra Turun 14,3%