Beli Barang Jaminan Kena Pajak 1,1 Persen Mulai 1 Mei 2023

Ketentuan PPN barang agunan diatur PMK No. 41 tahun 2023.

Beli Barang Jaminan Kena Pajak 1,1 Persen Mulai 1 Mei 2023
Shutterstock/Haryanta.p
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis aturan baru terkait pengenaan pajak atas pembelian agunan mulai 1 Mei 2023. Pungutan tersebut masuk kategori Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 1,1 persen. 

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 41 tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan yang diundangkan pada 13 April lalu.

Dalam konsideran beleid tersebut dijelaskan bahwa PMK dimaksud dirilis untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (1a) huruf d dan Pasal 16G huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Aturan dimaksud terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Selain itu, konsideran juga menimbang pelaksanaan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, mengatakan pengenaan PPN sebesar 1,1 persen atas barang jaminan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

Pasalnya, dua aturan yang menjadi pertimbangan dalan PMK 41/2023 menyatakan bahwa Pembelian Penyerahan Agunan yang Diambil Alih (AYDA) oleh kreditur kepada pembeli agunan termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Ketentuan yang diatur PMK

Selain tarif, PMK 41/2023 juga mengatur sejumlah ketentuan menyangkut besaran tertentu PPN, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta terkait pengkreditan pajak masukannya.

Dwi menjelaskan bahwa yang menjadi subjek pajak pemungut dalam transaksi ini adalah kreditur atau lembaga keuangan dengan objek berupa penjualan AYDA oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan.

"Jumlah PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran tertentu sebesar 10 persen dari tarif PPN (1,1 persen) dikali harga jual agunan. Karena itu, lembaga keuangan tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas pengenaan PPN ini. Untuk saat terutangnya adalah pada saat pembayaran diterima oleh lembaga keuangan sehingga hal itu tidak akan membebani cash flow lembaga keuangan tersebut," ujarnya.

Sementara, ketentuan bagi lembaga keuangan dalam melakukan pemungutan PPN dapat menggunakan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Membuat Akun PayPal dengan Mudah, Tanpa Kartu Kredit!
UOB Sediakan Kartu Kredit Khusus Wanita, Miliki Nasabah 70 ribu
Survei BI: Tren Harga Rumah Tapak Masih Naik di Awal 2024
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus tapi Iuran Tetap Beda, Seperti Apa?
IBM Indonesia Ungkap Fungsi WatsonX Bagi Digitalisasi Sektor Keuangan
Saksi Sidang Kasus Korupsi Tol MBZ Sebut Mutu Beton Tak Sesuai SNI