CORE Indonesia Ramal Pertumbuhan Ekonomi Q1-2024 Berkisar 4,9-5,1%

Inflasi administered price bisa tekan konsumsi tahun ini.

CORE Indonesia Ramal Pertumbuhan Ekonomi Q1-2024 Berkisar 4,9-5,1%
ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Fortune Recap

  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 diproyeksikan sekitar 4,9-5,1 persen, lebih tinggi dari estimasi keseluruhan 2024.
  • Faktor pemilu dan Ramadan meningkatkan konsumsi rumah tangga, meskipun ekspor Indonesia mengalami penurunan tajam akibat faktor harga komoditas dan nilai tukar rupiah.
  • Pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi lowbase effect pada tahun lalu, membuat pertumbuhan terlihat besar meskipun konsumsi tidak tinggi.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Center of Reform of Economics (CORE) Indonesia memproyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 sekitar 4,9 persen hingga 5,1 persen. 

Ekonom CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, mengatakan proyeksi tersebut relatif lebih tinggi dari estimasi keseluruhan 2024 yang akan mencapai antara 4,9 persen sampai 5 persen.

"Jadi, kalau sekarang kami mengatakan 3,9-5,1 persen, OK, batas bawahnya mungkin sama. Tapi, batas atasnya lebih tinggi dari yang kami proyeksikan untuk periode setahun ini," ujarnya dalam webinar bertajuk "Quarterly Review 2024: Tantangan Ekonomi di Tengah Transisi Pemerintahan", Kamis (25/4).

Akbar menjelaskan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024 didorong oleh sejumlah faktor, di antaranya pemilu dan Ramadan yang meningkatkan konsumsi di tengah tekanan inflasi dan peningkatan harga komoditas, serta penyelenggaraan pemilu yang mendorong peningkatan konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT).

"Di triwulan pertama 2024, konsumsi rumah tangga tumbuh meskipun memang tumbuhnya tidak tinggi," katanya.

Faktor penekannya adalah ekspor Indonesia yang mengalami penurunan cukup tajam akibat meningkatnya harga komoditas migas dan penurunan permintaan komoditas strategis, serta pelemahan nilai tukar rupiah dan peningkatan harga komoditas dunia.

Di samping itu, menurut Akbar, pertumbuhan kuartal pertama 2024 juga dipengaruhi faktor lowbase effect tahun lalu.

"Pertumbuhan ekonomi itu dihitung dengan rumus nilai PDB sekarang dari konsumsi dikurangi nilai PDB dari konsumsi periode sebelumnya, lalu dibagi konsumsi periode sebelumnya. Kalau dibagi konsumsi periode sebelumnya, berarti dengan angka konsumsi yang sebenarnya tidak tinggi-tinggi amat sekarang, kelihatannya akan besar [pertumbuhannya]," ujarnya.

Potensi tekanan konsumsi

Pada kesempatan sama, Akbar juga menuntut adanya perhatian khusus terhadap potensi kenaikan inflasi pada kuartal-kuartal selanjutnya.

Menurutnya, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) berpotensi terkerek akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, belanja subsidi diprediksi akan kembali melonjak pada tiga kuartal mendatang seiring dengan meningkatnya harga minyak akibat konflik Israel-Iran serta melemahnya nilai tukar rupiah.

Sepanjang 2024, CORE memproyeksikan inflasi akan bergerak pada kisaran 2,5 persen hingga 3 persen. Namun, realisasinya bisa jadi akan lebih tinggi jika pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, tarif dasar listrik, hingga tarif PDAM pada tahun ini.

"Jika pemerintah menaikkan harga yang mereka atur, terutama harga BBM—lebih spesifik lagi harga pertalite— dan juga tarif dasar listrik dan di level daerah ada PDAM, kalau itu ikut naik maka inflasi mungkin akan bisa antara 2,5 sampai 3,5 persen," ujarnya.

Namun, dia menggarisbawahi dampak inflasi terhadap penurunan konsumsi masyarakat. Berdasarkan hasil estimasi Core Indonesia, jika inflasi semakin tinggi maka pemulihan terhadap konsumsi masyarakat membutuhkan waktu yang cukup lama.

Konsumsi rumah tangga sendiri menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan porsi terhadap produk domestik bruto mencapai 54,31 persen.

Sementara itu, berdasarkan kelompok pengeluaran masyarakat, konsumsi ditopang oleh kelas menengah dengan posisi sekitar 48 persen dan calon kelas menengah yakni 38 persen.

"Ketika ada kebijakan terkait inflasi, perlu diperhatikan situasinya terkait pengeluaran per kapita dari masyarakat kelas menengah. Ini penting karena merekalah yang nanti akan mewakili bagian terbesar dalam distribusi PDB nasional kita," katanya.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Membuat Akun PayPal dengan Mudah, Tanpa Kartu Kredit!
UOB Sediakan Kartu Kredit Khusus Wanita, Miliki Nasabah 70 ribu
Survei BI: Tren Harga Rumah Tapak Masih Naik di Awal 2024
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus tapi Iuran Tetap Beda, Seperti Apa?
IBM Indonesia Ungkap Fungsi WatsonX Bagi Digitalisasi Sektor Keuangan
Saksi Sidang Kasus Korupsi Tol MBZ Sebut Mutu Beton Tak Sesuai SNI