PPKM Darurat Diprediksi Tekan Kinerja Manufaktur Triwulan III 2021

PPKM Darurat turunkan volume produksi industri pengolahan.

PPKM Darurat Diprediksi Tekan Kinerja Manufaktur Triwulan III 2021
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat diramalkan bakal berimbas pada perkembangan indeks manufaktur (Prompt Manufacturing Index/PMI) pada triwulan III 2021.

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dirilis BI, Rabu (14/7), memperkirakan kinerja sektor industri pengolahan melambat dengan angka PMI-BI sebesar 49,89% atau lebih rendah dari capaian triwulan II sebesar 51,45%. 

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengatakan dalam sebuah keterangan resmi bahwa merosotnya PMI-BI triwulan ini dipicu oleh pelemahan mayoritas komponen pembentuknya, "terutama volume produksi, volume persediaan barang jadi, dan total jumlah tenaga kerja yang berada pada fase kontraksi”.

Volume produksi diperkirakan berada dalam fase kontraksi dengan indeks sebesar 47,17%, turun dari triwulan II dengan indeks 54,20%. Penyebabnya adalah adanya pembatasan mobilitas selama PPKM darurat.

Kemudian, indeks volume persediaan barang diprediksi turun akibat menurunnya volume produksi, yakni dari 51,63% pada triwulan II menjadi 49,91%. Sedangkan jumlah penggunaan tenaga kerja industri pengolahan merosot menjadi 47,51% dari 47,68% pada triwulan sebelumnya.

Komponen pembentuk PMI lainnya yakni volume pesanan barang input juga diramal mengalami perlambatan dengan indeks 53,52% atau lebih rendah dari triwulan II sebesar 54,03%. 

Hanya komponen kecepatan penerimaan barang input diprediksi membaik karena kelancaran distribusi dan pulihnya pasokan, yakni dari 46,57% di triwulan II menjadi 50,34% pada triwulan III.

Mayoritas Subsektor Alami Tekanan

Kinerja manufaktur Indonesia pada triwulan III tahun ini juga diramal mengalami kontraksi pada mayoritas subsektor. Hanya dua subsektor yang tercatat mengalami peningkatan yakni semen dan barang galian non logam dari 49,24% menjadi 50,54%, serta barang kayu dan hasil hutan lainnya 46,97% menjadi 50,70%.

Subsektor alat angkut, mesin dan peralatannya diperkirakan mengalami tekanan cukup berat dan turun menjadi 47,08% dari 49,17% pada triwulan II. Kemudian, subsektor makanan, minuman dan tembakau diramal turun menjadi 51,65 dari sebelumnya 55,74%.

Selanjutnya, subsektor pupuk, kimia dan barang dari karet turun menjadi 49,01% dari sebelumnya 50,24%. Lalu logam dasar, besi, dan baja turun menjadi 47,69% dari sebelumnya 48,06%.

Subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki juga turun menjadi 47,45% dari sebelumnya 48,36%. Terakhir, subsektor kertas dan barang cetakan turun menjadi 49% dari sebelumnya 53,88%. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Saat Harga Turun, Edwin Soeryadjaya Borong Saham SRTG Lagi
Lampaui Ekspektasi, Pendapatan Coinbase Naik Hingga US$1,6 Miliar
Mengenal Apa Itu UMA pada Saham dan Cara Menghadapinya