Sri Mulyani Ramal Inflasi Jadi Tantangan hingga Tahun Depan

Inflasi jadi tantangan besar berbagai negara.

Sri Mulyani Ramal Inflasi Jadi Tantangan hingga Tahun Depan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai inflasi akan menjadi tantangan yang dihadapi berbagai negara hingga tahun depan. Karena itu, topik utama yang dibicarakan dalam forum-forum internasional juga tak jauh dari masalah tersebut.

Ia mencontohkan, misalnya, pembahasan dalam roundtable governor discussion saat pertemuan Islamic Development Bank (IsDB) yang merembet pada pembahasan seberapa cepat dan seberapa ketat kebijakan moneter yang perlu diambil bank-bank sentral untuk menjinakkan inflasi.

Dalam forum tersebut, Menteri Keuangan Turki Nureddin Nubeti bercerita tentang inflasi di negaranya yang sudah tembus 74 persen year on year karena energi seperti BBM dan gas tidak disubsidi oleh negara.

Sementara itu Menteri Keuangan Mesir bercerita terkait dampak kenaikan harga gandum dan minyak sehingga memutuskan untuk memberikan subsidi energi kepada warganya, akibatnya defisit anggaran Mesir jauh lebih tinggi dibanding Indonesia.

"Yang terjadi sekarang ini adalah memang pemulihan ekonomi dunia berjalan, namun diiringi dengan kenaikan harga-harga komoditas yang melonjak sangat tinggi, terutama semenjak bulan Februari terjadi serangan terhadap Ukraina oleh Rusia," sebut Sri Mulyani dalam rapat kerja di Komisi XI, Rabu (8/6).

Tak hanya di forum-forum internasional, dalam setiap pengambilan kebijakan, pemerintah juga memperhitungkan dampak inflasi terhadap momentum pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Karena itu, dalam merancang kebijakan fiskal dan moneter, pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk menangkal dampak buruk kondisi global tersebut. 

"Jadi nanti kita akan lihat dampaknya kepada pembahasan kita adalah tadi, kalau seandainya pengetatan cepat dan tinggi, ketat, maka dampak terhadap pelemahan ekonomi global akan terlihat spill over ke seluruh dunia," jelasnya.

Pengetatan moneter tak cukup redam inflasi

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga menuturkan bahwa pengetatan kebijakan moneter yang terlalu cepat dan ketat tidak berdampak signifikan terhadap penurunan tingkat inflasi.

Pasalnya, kata dia, tingkat inflasi yang meninggi di berbagai negara disebabkan oleh produksi atau suplai yang tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan, sementara percepatan pengetatan moneter hanya akan menyasar sisi permintaan.

"Kalau kebijakan makro yaitu fiskal dan moneter terlalu cepat atau ketat, yang tujuannya akan lebih cepat mempengaruhi sisi demand (permintaan), sebetulnya tidak menyelesaikan masalah sisi suplainya," ujarnya.

Ia menuturkan suplai komoditas unggulan seperti minyak mentah, gas, batu bara, gandum, dan jagung, tertahan karena perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19.

"Jadi inflasi di dunia saat ini dikontribusi dari sisi produksi atau suplai itu lebih dominan dibandingkan kontribusi dari sisi permintaan akibat perang maupun pandemi," tandasnya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi