BPS: Kesejahteraan Petani Perkebunan Terdongkrak Harga CPO

Kondisi sedemikian petani perkebunan berlangsung sejak 2020.

BPS: Kesejahteraan Petani Perkebunan Terdongkrak Harga CPO
Pekerja memanen tanda buah segar kelapa sawit. ANTARA FOTO/Syifa
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Peningkatan harga komoditas kelapa sawit (crude palm oil/CPO) agaknya berdampak positif pada kondisi petani subsektor tanaman perkebunan rakyat. Petani subsektor tersebut tercatat memiliki tingkat kesejahteraan paling tinggi dibandingkan lainnya.

Seperti diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (1/11), bulan lalu NTP tanaman perkebunan rakyat mencapai 127,66. Jumlah itu naik 2,01 persen dari 125,15 pada September 2021.

“Kalau kami hitung indeks yang diterima petani (perkebunan rakyat) naik 2,13 persen, di antaranya komoditas yang berpengaruh kepada kenaikan indeks yang diterima petani adalah karena adanya kenaikan harga untuk kelapa sawit, cengkeh,dan kakao atau coklat biji,” kata Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam konferensi pers secara daring.

NTP merupakan indikator yang mengukur tingkat kesejahteraan petani. Jika nilai NTP di atas 100 mengindikasikan petani memiliki pendapatan yang lebih besar ketimbang pengeluarannya. Sebaliknya jika posisinya di bawah 100 bisa dipastikan mereka kondisinya sulit lantaran pendapatannya tak mencukupi untuk membiayai pengeluaran.

Berdasarkan data, harga komoditas CPO memang tengah mengalami tren kenaikan. Trading Economics mencatat, harga kelapa sawit saat ini mencapai 4.961 ringgit per ton. Posisi harga itu naik 8,25 persen secara bulanan dan 66,76 persen secara tahunan. Tren kenaikan CPO ini sudah terjadi sejak Mei 2020.

Dilihat dalam jangka lebih panjang, kondisi sedemikian NTP perkebunan rakyat ini sudah terjadi sejak Juli tahun lalu. Pada saat itu, NTP sudah mulai menyentuh posisi 100,19, naik dari 98,47 pada Juni 2020.

Peternak masih sulit

Dari data BPS juga bisa dilihat bahwa secara keseluruhan NTP pada bulan lalu mencapai 106,67. Itu naik 0,93 persen dari 105,68 padabulan sebelumnya.

Secara terperinci, NTP perikanan naik 0,32 persen menjadi 105,28. Sedangkan, NTP tanaman pangan posisinya masih mencapai 99,35 namun lebih baik dari 98,77 pada September 2021.

Sebaliknya, NTP peternakan di periode sama menurun 0,16 persen menjadi 99,01. Hal ini menyiratkan bahwa peternak kondisinya masih sulit lantaran pengeluarannya lebih besar ketimbang pendapatan.

“Peternakan itu NTP-nya terjadi penurunan dan kalau kami perhatikan kenapa di subsektor peternakan itu mengalami penurunan karena di subsektor ini terjadi penurunan indeks yang diterima petani khusunya karena menurunnnya harga telur ayam ras, ayam ras petelur, dan untuk babi,” kata Margo. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia