NEWS

Kemendag Inisiasi Kesepakatan Ketahanan Pangan/Pertanian G33 di WTO

Pertemuan digagas Indonesia setelah upaya di WTO buntu.

Kemendag Inisiasi Kesepakatan Ketahanan Pangan/Pertanian G33 di WTODok. Humas Kemendag
21 September 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Indonesia mendapat dukungan politis dari negara-negara berkembang dan kurang berkembang untuk menyepakati isu-isu pertanian yang akan menjadi Paket Kebijakan dalam Koferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) ke-12 pada akhir tahun ini.

Melansir keterangan resmi Kementerian Perdagangan, kesepakatan dilakukan melalui Pertemuan Informal Tingkat Menteri (PITM) G33 yang berlangsung secara virtual pada Kamis (16/9). Pertemuan yang digagas Indonesia ini dilaksanakan setelah perundingan tentang isu pertanian dengan WTO menuai jalan buntu.

“Konsolidasi G33 diperlukan untuk menyelesaikan isu prioritas WTO dan mencari jalan keluar tentang ketahanan pangan pada isu stok pangan, instrumen pengamanan impor produk pertanian pada Special Safeguard Mechanism (SSM), dan pemotongan subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan,” ujar Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi.

Upaya terbaik Indonesia

Lutfi menyatakan harapannya agar Indonesia terikat hubungan yang saling menguntungkan. Dalam hematnya, Indonesia dapat berperan lebih dalam berbagai penyusunan kebijakan dan peraturan perdagangan.

“Kita ini mau berevolusi, tiba-tiba industri hulu kita jalan, industri hilirisasinya bakal jalan semua. Industri kita ini pokoknya bakalan moncer nih. Sekarang kita balik gimana cara, pokoknya negara-negara (G33) ini balik untuk dagang lagi,” kata Lutfi.

Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala, mengatakan KTM 12 mendatang menjadi penentu kredibilitas WTO dan keberhasilan negosiasi pertanian. “G33 perlu menyiapkan strategi utama dan cadangan jika kebuntuan masih terjadi untuk mencari terobosan,” kata Ngozi.

Indonesia tekankan mekanisme yang adil dan transparan

Lutfi juga menyampaikan Indonesia menekankan pentingnya mekanisme adil dan transparan bagi semua anggota WTO, serta pemberlakuan perlakuan khusus untuk negara berkembang dan kurang berkembang di tengah kondisi krisis seperti kelaparan, bencana alam, dan perubahan iklim. Menurut G33, hal-hal tersebut menjadi alasan akan diperlukannya subsidi bagi kelompok petani kecil dan miskin.

Menurut Lutfi, masalah pertanian di WTO ini layaknya pertarungan tinju dunia yang terus berjibaku tanpa kelihatan ujung lerainya. “Memang enggak ada juntrungannya, tapi kita harus coba. Kalau kita coba belum tentu iya, tapi kalau enggak pernah coba, pasti tidak pernah iya,” ujarnya kepada Fortune Indonesia (16/9).

Related Topics