Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan Indonesia termasuk salah satu negara yang diberikan kesempatan pertama oleh pemerintah AS untuk melakukan dialog secara langsung. Peluang ini muncul usai Indonesia mengirim surat resmi kepada tiga kementerian di AS yang berhubungan dengan kebijakan perdagangan internasional.
Surat tersebut kemudian mendapatkan tanggapan positif dari pihak pemerintah AS. Hasilnya, AS membuka ruang untuk dilakukannya diskusi lanjutan secara langsung di Washington.
Demi pertemuan penting tersebut, pemerintah Indonesia telah menyusun dokumen non-paper yang strategis dan komprehensif. Dokumen ini dirancang sebagai bahan pendukung dalam diskusi bilateral yang akan berlangsung.
“Dokumen tersebut memuat sejumlah isu strategis, seperti tarif, hambatan non-tarif, investasi, serta usulan kerja sama resiprokal yang diharapkan Indonesia. Semua isu terkait perdagangan, investasi, dan keuangan akan dijawab secara tuntas dalam pertemuan tersebut,” bebernya.
Isi dokumen ini mencerminkan sikap pemerintah Indonesia yang ingin memperjuangkan hak-hak serta kepentingan nasional dalam konteks perdagangan global. Salah satu fokus utamanya adalah keberatan terhadap tarif tinggi yang dikenakan terhadap produk ekspor Indonesia.
Tak hanya itu, dokumen ini juga membahas hambatan non-tarif lain yang dapat menghalangi arus perdagangan bebas yang adil serta seimbang antara kedua negara.
Selain fokus pada masalah tarif dan hambatan perdagangan, Indonesia ingin membuka ruang kerjasama baru yang bersifat resiprokal. Pemerintah berharap melalui dialog ini, kedua belah pihak dapat merancang skema kerjasama ekonomi yang menguntungkan.
Harapannya, keuntungan didapatkan oleh Indonesia dan AS baik dari sisi perdagangan, investasi, maupun hubungan keuangan antarnegara. Strategi ini mencerminkan pendekatan diplomatik Indonesia yang proaktif dalam mencari solusi dan peluang baru.