NEWS

Krisis Soft Skill: 1 dari 4 Eksekutif Tolak Lulusan Gen Z

Diperlukan program magang berbasis teknologi dan pelatihan.

Krisis Soft Skill: 1 dari 4 Eksekutif Tolak Lulusan Gen ZIlustrasi pekerja melakukan peregangan di kantor. (Unsplash/Vitaly Gariev)
26 November 2024

Jakarta, FORTUNE - Pekerja pemula dianggap tidak cukup siap memasuki dunia kerja, demikian hasil laporan terbaru General Assembly, penyedia pendidikan teknologi. Laporan itu mengungkapkan bahwa hanya 48 persen pekerja dan 12 persen eksekutif tingkat menengah yang percaya bahwa pekerja pemula saat ini memiliki kesiapan kerja yang memadai.

Masalah utama terletak pada kurangnya soft skill seperti komunikasi, kolaborasi, dan adaptabilitas. “Alur perekrutan pekerja pemula rusak. Perusahaan harus memikirkan ulang cara mereka merekrut, melatih, dan mengenalkan karyawan baru," ujar Jourdan Hathaway, Kepala Bisnis General Assembly, mengutip Fortune.com (26/11).

Hathaway menambahkan, program magang berbasis teknologi dan pelatihan keterampilan dapat memberikan pengalaman kerja nyata, sehingga pekerja baru bisa membangun soft skill sekaligus keterampilan teknis.

Kesiapan kerja minim

Survei terhadap 1.180 pekerja di AS dan Inggris, serta 393 eksekutif tingkat VP atau direktur, menunjukkan hampir satu dari empat eksekutif menolak merekrut pekerja pemula saat ini. Bahkan, 23 persen dari semua karyawan—termasuk sepertiga baby boomer—menyatakan hal serupa.

Bahkan pekerja Gen Z sendiri mengakui kekurangan tersebut. Sebanyak 40 persen dari mereka mengatakan bahwa minimnya soft skill menjadi hambatan utama dalam kemajuan karier. Selain itu, baik pekerja maupun eksekutif sepakat bahwa keterampilan teknis dan sikap kerja yang tepat juga sangat dibutuhkan.

Namun, kondisi ini tidak sepenuhnya salah pekerja muda. Pandemi telah menghambat kesempatan mereka untuk magang atau mendapatkan pembimbingan profesional secara langsung.

Sementara itu, satu dari tiga eksekutif dan karyawan mengkritik kurangnya pelatihan yang memadai untuk pekerja baru. Ironisnya, hampir separuh perusahaan yang menyediakan anggaran pelatihan melaporkan bahwa program tersebut jarang dimanfaatkan, kemungkinan karena kurangnya motivasi atau kesadaran.

Meski ada AI, soft skill tetap penting

Laporan General Assembly menegaskan bahwa di tengah era digital, keterampilan manusia tetap krusial. Temuan serupa dari Pearson dan Deloitte menunjukkan bahwa komunikasi, kolaborasi, dan kepemimpinan masih menjadi keterampilan paling dihargai.

“Perusahaan yang mengabaikan kemampuan manusia seperti berpikir divergen dan kelincahan emosional dapat menghambat inovasi,” tulis Anthony Stephan, Kepala Pembelajaran Deloitte.

General Assembly juga menggarisbawahi perlunya perubahan sistem. “Orang jelas membutuhkan lebih banyak dukungan untuk memasuki dunia kerja dan sukses. Kita tidak bisa mengharapkan individu menutup kesenjangan keterampilan ini sendirian,” kata Lupe Colangelo, Direktur Keterlibatan Alumni General Assembly.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.