NEWS

Emil Salim Kritik Pengembangan EV Era Jokowi: Ada Kegalauan Kebijakan

Indonesia saat ini masih mengandalkan energi fosil.

Emil Salim Kritik Pengembangan EV Era Jokowi: Ada Kegalauan KebijakanIlustrasi Global Warming (Netivist.org)
by
21 August 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto, Emil Salim, mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengembangkan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Tanah Air.

Ia menilai langkah tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah pencemaran udara, dan dianggap tidak bisa membuat Indonesia mencapai target nol emisi karbon atau net zero emissions (NZE) pada 2060. 

Pasalnya, perlistrikan di Indonesia masih bertumpu pada batu bara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sepenuhnya dikelola PT PLN (Persero). 

"Betul kita mengubah mobil dengan listrik. Tetapi ketika listrik yang kita pakai di mobil lemah perlu di-charge, ke mana men-charge baterai itu? Ke listrik PLN. Dan dari mana listrik PLN? Batu bara," kata Emil dalam acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045 yang disiarkan secara virtual, Senin (21/8)

Menurut Emil, peningkatan polusi udara saat ini berakar pada kebijakan energi Indonesia yang masih mengandalkan energi fosil—termasuk batu bara—untuk memenuhi energi dalam negeri.

Emil tidak menampik penggunaan mobil listrik lebih ramah lingkungan. Namun, selama masih bergantung pada listrik yang bersumber pada batu bara, dia menilai kebijakan tersebut hanya menggeser pencemaran udara dari bahan bakar minyak (BBM) ke batu bara. 

"Ada kegalauan kebijakan di sepanjang upaya pengurangan emisi ini. Saya melihat belum ada ketegasan bahwa kita mau mengendalikan CO2 agar bisa mengendalikan perubahan iklim," ujarnya. 

Oleh karena itu, penting untuk mendorong kebijakan mempensiunkan PLTU berbasis batu bara untuk bisa segera terwujud supaya negeri ini dapat lebih cepat mencapai target nol emisi pada 2030.

Kerugian akibat perubahan iklim

Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pihaknya mendorong pensiun dini PLTU batu bara. Tetapi, semua membutuhkan proses. PLTU tidak bisa serta-merta dipensiunkan tanpa adanya pilihan.

"Memang ada yang sudah mulai. Di beberapa daerah yang kita anjurkan adalah melakukan co-firing. Dengan co-firing itu menurunkan setidaknya 30 persen emisi," ujarnya.

Suharso mengatakan yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana cara agar berhasil mentransformasi menjadi co-firing. Demi mewujudkan net zero emission, pemerintah akan mengupayakan perwujudannya lewat semua lini, tidak hanya mematikan PLTU.

Dia menyadari bahwa naiknya emisi karbon berdampak buruk terhadap perubahan iklim. 

“Diperkirakan dalam kurun 2020-2024, perubahan iklim akan menyebabkan kerugian ekonomi potensi senilai Rp554 triliun. Karena itu, diperlukan sebuah intervensi kebijakan,” katanya.

Suharso menyampaikan jika tidak ada intervensi, 119 kabupaten/kota dan 23 juta masyarakat pesisir akan terendam dan harus bermigrasi pada 2050. Setidaknya, 118.000 hektare wilayah akan terendam banjir rob dan kerugian diperkirakan mencapai Rp1.576 triliun. 

Related Topics