NEWS

Kemenperin Siapkan Aturan Baru Pengawasan Larangan Terbatas Impor

Saat ini marak produk impor yang dijajakan di marketplace.

Kemenperin Siapkan Aturan Baru Pengawasan Larangan Terbatas ImporMenteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (Dok. Kemenperin)

by Eko Wahyudi

16 October 2023

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyiapkan aturan baru yang berkaitan dengan pengawasan impor border sebagai pemberlakuan larangan terbatas (lartas).

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan peredaran barang impor di marketplace terlalu marak.

“Bapak Presiden (Joko Widodo) memberikan arahan agar fokus pada pengetatan impor komoditas tertentu seperti pakaian jadi, mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional, dan suplemen kesehatan, serta produk tas,” kata dia dalam keterangan resminya, Senin (16/10).

Saat ini pengawasan yang sifatnya post-border, kata Agus, akan diubah menjadi pengawasan di perbatasan, dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan juga Laporan Surveyor (LS).

Dari total 11.415 HS, terdapat ketentuan tata niaga impor pembatasan atau lartas terhadap 6.910 HS atau sekitar 60,5 persen dan 39,5 persen merupakan barang non-lartas.

“Dari 60,5 persen komoditas yang terkena lartas tersebut, sebanyak 3.662 HS dilakukan pengawasan di border dan sebanyak 3.248 HS dilakukan pengawasan post-border,” ujarnya.

Terkait hal itu, Kemenperin melakukan revisi atau perbaikan peraturan untuk mengakomodasi perubahan pengawasan dari post-border menjadi border tersebut dalam waktu dua pekan ke depan.

Perlu pengawasan ketat

Menurut Agus, terdapat usulan beberapa industri di kawasan berikat yang ingin menjual produknya di pasar domestik dengan melepas fasilitas-fasilitas yang didapatkan untuk diawasi ketat. Sebab, Kemenperin sampai saat ini belum memiliki akses data atas kualitas produk dari kawasan berikat yang cukup valid.

“Jika industri yang berada di kawasan berikat yang ingin menjual produknya ke dalam negeri, maka harus diciptakan playing field yang sama antara kawasan berikat dengan nonberikat agar tercipta fairness. Supaya industri di kawasan berikat tidak menjadi predator bagi industri di luar kawasan berikat yang tidak menerima insentif yang sama,” ujarnya.

Dalam upaya menetapkan kebijakan, dia mengatakan data dan informasi yang tepat sungguh diperlukan. Kemenperin akhirnya harus membuat studi sendiri untuk menetapkan jumlah kawasan berikat di Indonesia.

“Ini menjadi problem, kalau tidak terbuka satu sama lain terkait data, Kemenperin sebagai pembina industri tidak bisa melakukan tugas secara maksimal,” katanya.

Perlu ada keterbukaan dan transparansi data

Dia juga menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi data, termasuk dalam upaya pengendalian impor.

“Kami telah mengusulkan agar langkah ini dilakukan melalui neraca komoditas yang sesuai dengan supply and demand nasional,” ujar Agus.

Langkah selanjutnya, diperlukan pembentukan Satgas Nasional yang terdiri dari Kemenperin, Polri, Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kominfo dan Badan Karantina.

“Semua langkah ini diperlukan untuk melindungi pelaku usaha, terutama industri nasional serta masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” katanya.