Kenaikan Harga BBM dan Tarif Tol akan Berdampak ke Harga Pangan
Pemerintah perlu pastikan komoditas pangan tersedia.
Jakarta, FORTUNE - Lembaga peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebutkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif tol turut berdampak pada kenaikan harga pangan. Kenaikan harga ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat untuk mengakses bahan pangan.
Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan kenaikan harga kedua komponen tersebut dapat menambah biaya logistik yang berkontribusi besar dalam proses distribusi pangan.
Pemerintah perlu memastikan komoditas pangan tersedia di pasar dengan harga yang terjangkau untuk meminimalkan dampak dari kenaikan BBM dan tarif tol. "Kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja," katanya dalam pernyataan, Rabu (6/4).
Padahal belanja rumah tangga, dan konsumsi pemerintah, kata dia, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara yang relatif dapat didorong oleh pemerintah dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian nasional di saat-saat sulit seperti sekarang ini.
Menurut dia, biaya logistik berkontribusi sekitar 20-30 persen pada harga pangan. Faktor geografis dan luasnya wilayah Indonesia juga berperan pada hal ini.
Sentra-sentra produksi pangan banyak terkonsentrasi di satu wilayah, yaitu Pulau Jawa. Sehingga dibutuhkan proses pengiriman yang cukup panjang untuk mencapai wilayah lain di Indonesia.
Tantangan tingginya harga pangan
Felippa memaparkan sejumlah faktor penyebab tingginya harga pangan di antaranya adalah tantangan-tantangan produksi pertanian, seperti perubahan iklim, belum memadainya infrastruktur pendukung pertanian, kurangnya penggunaan teknologi, berkurangnya lahan pertanian, berkurangnya jumlah petani dan rendahnya produktivitas pertanian.
Selain itu, produk pertanian juga harus melalui rantai distribusi yang panjang. Panjangnya rantai distribusi menyebabkan, salah satunya, tingginya biaya logistik yang pada akhirnya akan memengaruhi harga jual di tingkat konsumen.
Industri pengolahan makanan dan minuman pun mengalami tantangan tersendiri, seperti banyaknya regulasi yang menambah ongkos dan adanya keterbatasan impor bahan baku.
Kementan harus perbaiki produktivitas pertanian
Kementerian Pertanian, kata Felippa, perlu memperbaiki produktivitas pertanian dan meningkatkan investasi baik publik maupun swasta untuk ke pertanian, bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mengembangkan sistem irigasi pertanian dan infrastruktur.
Perkembangan sektor pertanian harus juga diikuti oleh kebijakan perdagangan pangan yang berorientasi pada kepentingan konsumen, lewat penyederhanaan regulasi impor sehingga bisa memastikan akses masyarakat ke komoditas pangan dengan yang terjangkau.
“Pemerintah perlu merespons kebutuhan pangan dengan memperhatikan semua faktor, termasuk daya beli dan keterjangkauan masyarakat. Impor sebagai instrumen jangka pendek perlu dibuat sesederhana mungkin supaya dampaknya terasa. Di saat bersamaan, program untuk meningkatkan produktivitas pertanian dapat dilakukan lewat intensifikasi dan memaksimalkan akses petani pada input pertanian berkualitas,” kata Felippa.
Pemerintah fokus kepada ketahanan pangan
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengaku bahwa Presiden Joko Widodo ingin agar pemerintah fokus pada ketahanan pangan. Ia menyebut bahwa tantangan Indonesia saat ini bukan lagi soal pandemi, tetapi soal kenaikan harga komoditas internasional.
"Tadi disampaikan untuk mulai terus ditingkatkan langkah-langkah koordinasi untuk bidang ketahanan pangan seperti bagaimana pembukaan pangan, irigasi, dan ketersediaan pupuk serta bibit untuk barang-barang yang sebetulnya bisa tumbuh di Indonesia," kata Sri Mulyani saat konferensi pers usai rapat dengan Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna tentang Antisipasi Situasi dan Perkembangan Ekonomi Dunia, Selasa (5/4).
Dia menambahkan, seluruh dunia mengalami gangguan pangan. Oleh karena itu, Jokowi meminta agar masalah ketahanan pangan dan ketahanan energi menjadi prioritas. Ia pun meminta pemerintah pusat untuk turun dalam menindaklanjuti arahan ini.
"Tadi bapak presiden instruksi untuk pangan ini kan siklusnya biasanya untuk padi, jagung, kedelai itu tidak lebih dari 3 bulan. Jadi seharusnya bisa direspons secara lebih cepat oleh kementerian terkait bekerja sama dengan pemerintah daerah," ujarnya.