NEWS

Bank Dunia Sebut Butuh 2 Tahun untuk Jinakkan Inflasi

Inflasi diramalkan bawa dampak resesi global.

Bank Dunia Sebut Butuh 2 Tahun untuk Jinakkan InflasiIlustrasi resesi ekonomi global. (Pixabay/Elchinator)

by Hendra Friana

28 June 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Bank Dunia David Malpass memprediksi pemulihan harga dari lonjakan inflasi membutuhkan waktu bertahun-tahun. Pasalnya, dunia kini menghadapi tingkat inflasi yang tak pernah terlihat dalam beberapa dekade terakhir.

"Ini akan memakan waktu berbulan-bulan, dan mungkin dua tahun untuk menurunkan inflasi kembali," kata David Malpass di CBS's Face the Nation Sunday, seperti dikutip Fortune.com.

Malpass juga meramalkan bahwa inflasi dan krisis komoditas utama seperti minyak, pupuk, dan gandum bakal membuat beberapa negara "sangat sulit" menghindari resesi.

“Banyak dunia tutup (ekspor) karena kekurangan pupuk. Dan kemudian kekurangan tanaman, itu akan berlangsung selama beberapa tahun,” kata Malpass, memperingatkan bahwa kekurangan pangan dapat menyebabkan “ketidakstabilan” di negara-negara miskin.

AS mencatat inflasi sebesar 8,6 persen pada Mei lalu, tertinggi dalam 4 dekade terakhir, dan mendorong Federal Reserve untuk merencanakan serangkaian kenaikan suku bunga agresif untuk membawa harga kembali ke tingkat yang wajar. Federal Reserve sendiri menaikkan suku bunga sebesar 0,75 persen poin pada 15 Juni lalu dan merupakan kenaikan paling agresif dalam hampir 30 tahun terakhir. Bank Dunia khawatir bahwa kenaikan suku bunga di negara-negara maju dapat menyeret ekonomi dunia ke pertumbuhan ekonomi negatif. 

“Pemulihan dari stagflasi tahun 1970-an membutuhkan kenaikan tajam dalam suku bunga oleh bank-bank sentral ekonomi maju utama untuk meredam inflasi, yang memicu resesi global,” tulis Bank Dunia dalam laporannya bulan Juni tentang prospek ekonomi global.

Lantaran itu, Malpass menyarankan agar Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengurangi fokusnya pada kenaikan suku bunga dan mulai menggunakan alat regulasi bank sentral untuk menjinakkan inflasi.

“Biarkan bank menyalurkan kredit lebih banyak,” kata Malpass. “Itu bisa memasukkan lebih banyak uang ke dalam rantai pasokan,” mengurangi kendala pasokan yang mendorong inflasi saat ini.

Resesi AS

Bank Dunia memang tidak memproyeksikan resesi di AS Awal bulan ini. Mereka belum memperkirakan bahwa AS akan menuju resesi dengan proyeksi pertumbuhan PDB 2,5 persen pada 2022. Meski demikian, proyeksi tersebut masih 1,2 persen di bawah perkiraan Bamk Dunia pada Januari, dan penurunan 3,2 persen poin dari perkiraan sebesar 5,7 persen pada tahun 2021.

Bank Dunia juga memperkirakan bahwa pertumbuhan global akan melambat menjadi 2,9 persen, turun 1,2 persen poin dari perkiraan Januari mereka, dan turun 2,8 persen poin dari perkiraan 2021 mereka sebesar 5,7 persen.

Tetapi Malpass mengakui bahwa resesi di AS sangat mungkin terjadi dengan mengatakan dia tidak setuju dengan perkiraan yang menempatkan risiko resesi di negeri tersebut setinggi 50 persen.

Dalam sidang Senat Rabu (22/6) pekan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell sendiri mengatakan bahwa resesi "tentu saja merupakan kemungkinan." Sebab itu pula ia berujar bahwa menurunkan inflasi sambil mempertahankan pertumbuhan "akan menjadi sangat menantang." 

Demikian pula survei terhadap para ekonom awal bulan ini yang menunjukkan peluang 66 persen AS akan jatuh ke dalam resesi pada 2023