NEWS

G20 Sepakati Komitmen Hadapi Krisis Pangan dan Lonjakan Utang

Kelompok G20 dinilai mulai lemah hadapi isu-isu global.

G20 Sepakati Komitmen Hadapi Krisis Pangan dan Lonjakan UtangGala Seminar “Monetary and Financial Sector Policy to Support Stability and Recovery"
18 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Para pemimpin keuangan negara-negara G20 pada hari Sabtu berjanji untuk mengatasi kerawanan pangan global dan meningkatnya utang. Dalam Third G20 Finance Ministers and Central Bank Governors yang dihelat di Bali pekan lalu, mereka membuat beberapa terobosan kebijakan di tengah perpecahan atas perang Rusia di Ukraina.

Sebelumnya, berbagai pertanyaan tentang efektivitas G20 dalam mengatasi masalah besar dunia berkembang di antara para pengambil kebijakan.

Ketika pertemuan berjalan, Menteri Keuangan Rusia menghadiri pertemuan side event G20 secara virtual, sementara wakilnya hadir secara langsung. Sedangkan Menteri Keuangan Ukraina berbicara pada sesi itu secara virtual di mana ia menyerukan "sanksi yang ditargetkan lebih berat".

Perbedaan pendapat antara negara-negara Barat--yang telah memberlakukan sanksi tegas terhadap Rusia-- dengan negara-negara G20 lainnya, termasuk China, India dan South Africa--yang cenderung permisif atau diam dengan invasi Rusia ke Ukraina--membuat pembahasan kerap macet.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan perbedaan telah mencegah menteri keuangan dan gubernur bank sentral untuk mengeluarkan komunike formal. Meski demikian, menurutnya, G20 memiliki "konsensus yang kuat" tentang perlunya mengatasi krisis ketahanan pangan yang semakin memburuk.

“Ini adalah waktu yang menantang karena Rusia adalah bagian dari G20 dan tidak setuju dengan kita semua tentang bagaimana mengkarakterisasi perang,” kata Yellen seperti dikutip Reuters, Senin (18/7). Pun demikian, ia menekankan ketidaksepakatan seharusnya tidak mencegah kemajuan dalam menekan isu-isu global.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, pun bersikukuh bahwa G20 berjalan lancar di mana sebagian besar topik yang dibabhas dalam side event disepakati oleh semua anggota kecuali pernyataan khusus tentang perang di Ukraina. Dia menggambarkannya sebagai "hasil terbaik" yang bisa dicapai kelompok pada pertemuan ini.

Menurutnya, menyebut forum G20 retak karena perang di Ukraina "cukup berlebihan". Sebab, faktanya, semua anggota sepakat bahwa kerawanan pangan memerlukan perhatian khusus. Indonesia sendiri menyerukan penghapusan perlindungan perdagangan yang mencegah aliran pasokan makanan dari dua negara yang saling berkonflik.

Adapun dalam kesimpulan pertemuan pekan lalu, Sri Mulyani menuturkan bahwa G20 akan membentuk forum bersama antara menteri keuangan dan pertanian untuk mengatasi masalah pasokan pangan dan pupuk. Forum serupa juga telah dibentuk untuk menteri keuangan dan kesehatan untuk kesiapsiagaan pandemi.

G20 dinilai mulai lemah

Sementara itu, para analis mengatakan kegagalan untuk menyepakati sebuah komunike formal dalam side event G20 mencerminkan mulai lemahnya kelompok yang dulunya solid tersebtu.

“Kami berada dalam momen tanpa kemudi dalam ekonomi dunia dengan G20 dilumpuhkan oleh perang Putin dan G7 tidak dapat memimpin barang publik global,” kata Kevin Gallagher, yang mengepalai Pusat Kebijakan Pembangunan Global di Universitas Boston.

Salah satu contohnya adalah banyaknya kegagalan atas inisiatif yang digagas G20 pada awal pandemi untuk meredam "shock" bagi negara-negara miskin yang berhutang.

Negara-negara Barat, yang prihatin dengan kurangnya transparansi dalam pinjaman China, menekan Beijing untuk merestrukturisasi kontrak utang dan mengubah perannya menjadi “yang [berkontribusi] kepada negara daripada menjadi utang dan penghambaan”, kata duta besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel.

Tetapi mereka frustrasi karena pejabat China tidak menghadiri pertemuan secara langsung, membuat diskusi sampingan menjadi tidak mungkin.

Kepala IMF Kristalina Georgieva memperingatkan lebih dari 30 persen negara berkembang dan berkembang berada dalam atau mendekati kesulitan utang.

“Situasi utang memburuk dengan cepat dan mekanisme yang berfungsi dengan baik untuk penyelesaian utang harus ada,” katanya.

Terkait hal ini, Sri Mulyani menyebut bahwa G20 juga mendorong kemajuan lebih lanjut dalam implementasi Kerangka Kerja Bersama untuk Perawatan Utang di luar inisiatif penangguhan pembayaran utang secara tepat waktu, tertib, dan terkoordinasi.

Dia mengatakan ada diskusi tentang bagaimana membuat kerangka kerja lebih efektif untuk negara-negara yang membutuhkan.

Related Topics