NEWS

Industri Migas Minta Dukungan Regulasi untuk Transisi Energi

Pemerintah godok regulasi untuk proyek CCS/CCUS.

Industri Migas Minta Dukungan Regulasi untuk Transisi EnergiShutterstock/Thaiview
23 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA) Irtiza Sayyed mengatakan industri migas nasional membutuhkan regulasi untuk medorong upaya transisi enegi. Pasalnya, meskiun EBT dianggap akan lebih efisien, komoditas migas masih tetap lebih ekonomis untuk saat ini.

"Tidak dapat dimungkiri bahwa sektor migas masih lebih masuk akal dari sudut pandang ekonomi untuk saat ini,” katanya dalam diskusi bertajuk “Indonesia’s Upstream Oil and Gas Strategy to Support Energy Transition” pada The 46th IPA Convention and Exhibition, Kamis (23/9).

Para panelis dalam High Level Roundtable Talk pagelaran tersebut juga sepakat bahwa peran sektor migas dalam transisi tak boleh dilupakan. Sebab, industri ini telah emiliki sumber daya, infrastruktur dan aspek pendukung lainnya.

Di satu sisi, kebutuhan energi juga diprediksi akan naik lebih dari dua kali lipat dari 2025 ke 2050. Sektor migas dituntut untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut. Saat ini Indonesia memiliki target 1 juta BOPD/12 BSCFD.

Diproyeksikan, kesenjangan antara permintaan dan produksi pada 2050 sebesar 83 persen untuk minyak serta 78 persen untuk gas. Sehingga, Irtiza menyebutkan saat ini sektor migas dihadapkan tantangan ganda berupa pemenuhan kebutuhan konsumsi dan pencapaian target NZE.

Irtiza menambahkan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah penting selama masa transisi energi. Beberapa di antaranya adalah menarik investasi serta memperbaiki regulasi yang ada dan skema perpajakannya.

Untuk mendukung transisi energi yang mengedepankan proses berkelanjutan, Irtiza menyebutkan penggunaan Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture, Utilizaton and Storage (CCUS) dapat menjadi solusinya. CCS/CCUS berfungsi menangkap karbon hasil eksplorasi untuk mendukung agenda mengurangi emisi.

“Sehingga, sektor migas Indonesia perlu melakukan kerja sama multi-dimensi untuk mendorong upaya berkelanjutan dengan teknologi CCS/CCUS,” ucap Irtiza. 

Pemerintah siapkan regulasi untuk proyek CCS/CCUS

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji menyatakan perlu ada strategi yang solid dari hulu ke hilir dengan mempertahankan perkembangan operasi minyak yang sudah ada dan meningkatkan produksi gas.

Tutuka menyebutkan, masih ada potensi pengembangan pipa gas di bagian utara Sumatera, Bali, dan Lombok. Proyek ini juga akan menghubungkan pipa di area Cirebon hingga Semarang yang belum terkoneksi.

“Indonesia sebetulnya punya uang dan fasilitas, namun masih butuh lebih banyak kerja sama berbagai pihak dan inovasi dari sisi infrastruktur teknologi,” ujarnya.

Di samping itu, Tutuka menyebutkan konektivitas sangat penting untuk mengamankan kebutuhan energi. Mengoneksikan pipa gas dari Jawa ke luar Jawa adalah langkah yang logis untuk memaksimalkan potensi gas.

Dari sisi pemerintah, Tutuka menjelaskan pemerintah tengah menggodok regulasi bagi para pelaku industri migas yang ingin menyimpan hasil tangkapan karbonnya. Indonesia memiliki delapan proyek CCS/CCUS yang berpotensi menyimpan 234 juta tCO2. 

“Kami membuka peluang bagi para perusahaan jika ingin menyimpan di reservoir, tapi prioritasnya tetap untuk memenuhi kebutuhan domestik terlebih dulu,” tuturnya.

Delapan proyek CCS/CCUS tersebut menjadi potensi besar bagi indonesia. Namun, pendanaan merupakan aspek penting agar pengembangan CCS/CCUS tetap berjalan di Indonesia. Dengan demikian, investasi dari berbagai pihak sangat dibutuhkan.

Related Topics