NEWS

Jam Kerja WFH Lebih Panjang, Sri Mulyani Akan Ubah Skema Insentif

PNS bisa lembur setiap hari karena jam kerja fleksibel.

Jam Kerja WFH Lebih Panjang, Sri Mulyani Akan Ubah Skema InsentifMenteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam keterangan pers dari KTT G20 2021 (31/10). (FORTUNEIDN)
05 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan jam kerja fleksibel dan bekerja dari rumah (work from home) yang telah berlaku sejak masa pandemi dapat mempengaruhi besaran pagu anggaran kementeriannya ke depan. Pasalnya, jam kerja mereka lebih panjang dibandingkan sistem bekerja konvensional.

Memang, jika mengacu pada waktu kerja di kantor, mereka bisa mulai bekerja pukul 07.30 pagi dan selesai pada jam 17.00 sore. Namun, dengan jam kerja fleksibel, pekerjaan mereka biasanya baru berakhir hingga 11 malam. 

"Akhir jam kerja official-nya jam 05.00 pm. Mulainya 07.30 pagi selesai 05.00 sore. Namun akhir pekerjaan itu bisa sampai jam 11.00 malam. Karena tadi, kita bisa sekarang rapat malam hari sesudah makan malam masing-masing di rumah," ujarnya di Komisi XI, Senin (5/9).

Dengan jam kerja yang lebih lama itu, kata Sri Mulyani, otomatis formula upah lembur juga perlu diubah dan menyesuaikan kebutuhan. Selain itu, tempat kerja yang beubah menjadi lebih fleksibel juga memunculkan sebuah pemikiran bagaimana sistem insentif baru perlu didesain kedepan.

"Memang kelihatannya aktivitas fisiknya tidak seperti dulu. Ini nanti yang akna mempengaruhi juga dari sisi kita mendesai reward dan punishment, untuk melihat dan mengukur kinerja dari seluruh teman-teman Kemenkeu. Implikasi yang sangat terlihat dari sisi lembur. kalau dulu kan, paid leaving after 05.00 pm jadi lembur, kalau sekarang tiap hari menjadi lembur, karena kita bekerja sebenarnya 23 jam dalam hal ini," jelasnya.

Anggaran birokrasi bisa dipangkas

Meski demikian, Bendahara Negara memastikan bahwa jam kerja fleksibel tersebut juga telah berhasil menekan anggaran birokrasi yang selama ini cikup besar. Ini menjadi salah satu hal yang terus menjadi fokus kementeriannya lantaran menyelenggarakan pelayanan ke publik setiap saat.

"Walaupun pelayanan publik yang bisa dilakukan juga sekarang digital kita juga konversikan seperti yang kita lakukan dengan berbagai pelayanan publik secara digital," tutupnya.

Sebagai gambaran, pada 2018 belanja birokrasi Kemenkeu mencapai Rp2,4 triliun. Namun di tahun lalu, jumlahnya terpangkas hampir Rp1,5 trilun, yakni mencapai Rp997 miliar. "Jadi turun hampir Rp1,5 triliun sendiri, di saat volume APBN yang kita kelola justru semakin meningkat tinggi, jadi kalau kita bicar per cost-nya itu menjadi sangat kecil banget," jelasnya.

Memang, belanja birokrasi Kemenkeu terutama di 2022 dan 2023 kembali tinggi. Namun hal ini dikarenakan adanya angggaran untuk penyelenggaran event internasional seperti G20 dan ASEAN Chairmanship, serta pembentukan satuan bersifat khusus seperti Satgas BLBI.

Di luar itu, anggaran biaya birokrasi diperlukan salah satunya untuk membangun sistem jam kerja dan tempat kerja yang fleksibel kedepan. Sehingga, nantinya efisiensi yang dicapai dapat lebih tinggi.

"Baseline belanja birokrasi sudah bisa kita kendalikan hampir Rp1,5 triliun lebih murah dari 2018 pada saat kita menghadapi tantangan pengelolaan yang semakin besar semakin dinamis dan semakin rumit. Ini yang ingin saya sampaikan bahwa pengendalian belanja birokrasi akan tetap kita lakukan secara detail dan konsisten supaya tidak terlepas reform dari anggaran tersebut," tandasnya.

Related Topics