NEWS

Jokowi Teken Perpres Percepatan EBT, Beri Insentif Pensiunkan PLTU

Jokowi larang pembangunan PLTU baru.

Jokowi Teken Perpres Percepatan EBT, Beri Insentif Pensiunkan PLTUIlustrasi : PLTU Tembilahan
15 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 

Beleid yang diteken pada 13 September tersebut mengatur strategi pemerintah untuk mengurangi intensitas penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)  hingga harga jual listrik EBT yang lebih kompetitif dari batu bara. 

Tujuannya, menurut konsiderans Perpres tersebut, "untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta penurunan emisi gas rumah kaca."

Dalam Pasal 3 aturan tersebut, disebutkan bahwa dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri ESDM akan menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU.

Road map tersebut akan dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Isinya minimal mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU; strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU; dan keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

Pengembangan PLTU baru juga dilarang kecuali untuk pembangkit yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini; atau PLTU yang memenuhi tiga syarat.

Syarat pertama, terintegrasi dengan industri berorientasi peningkatan nilai tambah SDA atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.

Kedua, berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 35 persen dalam jangka waktu 1O tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan.

Ketiga, beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.  

Insentif dari APBN

Dalam Pasal yang sama, dijelaskan pula bahwa dalam mempensiunkan PLTU pemerintah dapat memberikan dukungan fiskal dalam kerangka pendanaan dan pembiayaan. "Termasuk blended finance yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber-sumber lainnya yang sah yang ditujukan untuk mempercepat transisi energi."

Namun, dukungan fiskal tersebut akan diatur lebih rinci dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Kemudian, dalam proses mempensiunkan PLTU tersebut, pembangkit baru yang disiapkan untuk menggantikannya dapat berasal pembangkit EBT dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan suplai dan permintaan listrik. 

Selanjutnya, dalam mempensiunkan PLTU--baik yang dimiliki PLN atau swasta (melalui kontrak jual beli listrik)--kriteria minimal yang perlu diperhatikan antara lain kapasitas; usia pembangkit; utilisasi; emisi gas rumah kaca PLTU; nilai tambah ekonomi; ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri; dan ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri. 

Adapun pemilihan PLTU yang dipensiunkan dan perlu diganti dengan pembangkit EBT, jelas Pasal 3 ayat (8), "ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara."

"Penetapan PLTU sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dimasukkan dalam RUPTL."

Related Topics