NEWS

Sri Mulyani Waspadai Dampak Inflasi Tinggi ke Investasi

Momentum pemulihan ekonomi bisa terhambat inflasi tinggi.

Sri Mulyani Waspadai Dampak Inflasi Tinggi ke InvestasiMenteri Keuangan, Sri Mulyani. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
22 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai dampak tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga terhadap perlambatan investasi di dalam negeri. Pasalnya, tingginya inflasi akan memangkas keuntungan dari aktivitas investasi dan menyebabkan investor cenderung lebih berhati-hati. 

Jika investasi menurun, maka momentum pemulihan ekonomi Indonesia juga bisa terpengaruh. sebab investasi memberikan kontribusi cukup besar terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional.

“Kalau inflasi tinggi, suku bunga tinggi, pasti akan mengerem investasi dan ini berarti momentum pemulihan ekonomi bisa terpengaruh, konsumsi tergerus oleh inflasi, investasi tergerus,” ujarnya dalam CNBC Economic Outlook, Selasa (22/3).

Kekhawatiran terhadap inflasi tersebut juga tak lepas dari konflik Rusia-Ukraina yang memperparah gangguan terhadap rantai pasokan global dan menyebabkan inflasi komoditas. Padahal sebelum perang berkecamuk, dunia sudah dibayang-bayangi oleh tingginya inflasi akibat pulihnya permintaan di berbagai negara.

Imbasnya, kemampuan ekonomi global untuk tumbuh lebih baik di tahun ini menjadi terhambat.

“Konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan spillover ke seluruh dunia, yaitu kenaikan harga-harga komoditas. Kenaikan harga komoditas sebetulnya sudah mulai muncul karena pemulihan ekonomi mengalami disrupsi dari sisi suplai-nya,” jelasnya.

Waspada kenaikan suku bunga

Lebih lanjut, Sri Mulyani menuturkan bahwa tingginya inflasi membuat berbagai negara mengambil langkah kebijakan demi menjaga perekonomian. Salah satunya adalah Bank Sentral The Fed yang menaikkan suku bunga dengan tujuan untuk menjaga laju inflasi.

Kebijakan tersebut, dalam kondisi tertentu, bisa mendorong negara lain melakukan langkah serupa demi menjaga aliran modal ke negaranya masing-masing. 

Namun, sisi lain, bunga yang tinggi pun dapat berpotensi menahan penyaluran kredit kepada para pelaku usaha. Kondisi itu, menurutnya, perlu mendapatkan perhatian agar pemulihan ekonomi dapat terus berjalan tanpa hambatan.

"Kita ada di dalam suasana semua bergerak. Kita liat gerakan bisa pusing sendiri. Jadi ini memang membutuhkan analitical apa yang paling penting dan apa yang bisa diselesaikan untuk masa depan RI karena guncangan besar dan sangat luar biasa," ungkapnya.

Dalam hal penerbitan obligasi negara, misalnya, pemilihan waktu menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan agar tidak terjebak amukan investor. Indonesia juga bisa terhindar dari beban bunga utang yang tinggi.

"Sekarang orang udah mulai melihat The Fed akan begini, perang akan begini dan market mulai gerak lagi. Jadi timing jadi penting," jelasnya.

Meski demikian, ia memastikan bahwa kini posisi APBN masih dalam kondisi yang terjaga. Salah satu indikatornya adalah defisit yang lebih rendah dari perkiraan dan siap kembali ke bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun depan.

Ini ditopang oleh penerimaan negara yang meningkat drastis akibat lonjakan harga komoditas dan pemulihan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, kebijakan burden sharing antara pemerintah dari Bank Indonesia (BI) untuk menambal kebutuhan belanja negara sekitar Rp200 triliun tahun ini juga turut menjaga APBN tangguh di tengah berbagai ketidakpastian ekonomi global.

"Jadi pengelolaan keuangan negara dan utang dilakukan secara dinamis dengan moving yang sangat kompleks ini. Jadi space fiskal kita masih ada," pungkasnya.

Related Topics