Banten, FORTUNE - Masa depan industri kelapa sawit Indonesia akan sangat ditentukan oleh kemajuan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tanpa penguatan dua pilar ekonomi rakyat tersebut, upaya Indonesia menjaga dominasi global pada sektor sawit dikhawatirkan akan berjalan di tempat.
Kolaborasi lintas-sektor pun menjadi kunci agar koperasi dan UMKM sawit dapat naik kelas dan berperan aktif dalam rantai nilai industri, terutama pada sisi hilirisasi.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mengatakan sawit merupakan komoditas “ajaib” karena memiliki daya guna ekonomi, sosial, dan ekologis yang sangat besar dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Namun, potensi besar itu hanya bisa tercapai bila dikelola secara modern dan berbasis teknologi.
“Mulai 2026, titik kemajuan sawit ada di UMKM dan koperasi. Bentuk koperasi modern yang berbasis teknologi, bukan seperti dulu. Jangan hanya memproduksi TBS sawit tetapi harus sampai kepada produk hilirnya,” kata Sahat dalam Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit di Tangerang Selatan, Kamis (23/10).
Meski begitu, Sahat menilai banyak koperasi sawit di Indonesia masih dikelola langsung oleh petani, sehingga menghadapi berbagai kendala manajerial dan finansial. Ia menilai koperasi perlu dipimpin oleh tenaga profesional agar petani bisa berkonsentrasi dalam mengelola kebun, sementara keuntungan dan nilai tambah dapat dirasakan lebih optimal.
“Kita perlu belajar dari Afrika, negara tempat sawit berasal. Mereka punya tanamannya dan lahan luas, tetapi sawitnya tidak maju karena dikelola langsung oleh para petani, ditambah lagi perang saudara. Indonesia lebih baik dari itu, tetapi harus bisa lebih baik dari yang ada sekarang,” ujarnya.
Menurut Sahat, UMKM juga membutuhkan pendampingan, akses bahan baku, regulasi yang memudahkan, serta teknologi agar mampu bersaing dan mengolah produk turunan sawit.
Ia menegaskan kunci kemajuan industri sawit nasional bukan hanya pada perusahaan besar, tetapi pada penguatan koperasi dan UMKM di tingkat akar rumput.
“Sudah saatnya mereka menjadi subyek, bukan lagi obyek,” katanya.
