Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Potret siswa penerima program MBG
Potret siswa penerima program MBG (Setneg.go.id)

Intinya sih...

  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terima 199 aduan

  • Keluhan meliputi makanan kurang layak, UPF, dan pelanggaran hak pekerja

  • MBG Watch memastikan setiap laporan ditindaklanjuti dengan transparansi dan akuntabilitas

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE – Sejak pertama kali diluncurkan 6 Januari 2025 lalu, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih menuai banyak keluhan. Bahkan, kanal pelaporan daring, MBG Watch yang diinisiasi sejumlah organisasi kemasyarakatan mencatat 199 aduan terkait permasalahan program unggulan Prabowo Subianto ini. Setiap aduan ini diverifikasi dan divalidasi melalui kombinasi sistem otomatis dan human verifier untuk memastikan akurasi data.

“Laporan yang dihimpun oleh dashboard MBG menunjukan betapa rumitnya permasalahan MBG (Wicked Problem), kami menemukan berbagai dugaan serius seperti dugaan pelecehan, eksploitasi ahli gizi, mark-up harga dan maraknya makanan UPF,” kata Rizky Dwi Lestari selaku Analis Data dan Verifikator MBG Watch melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (18/11).

Hingga saat ini, Koalisi Masyarakat Sipil terus mencatat lemahnya peran pemerintah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan program MBG, termasuk merealisasikan layanan publik yang baik, responsif, terbuka, akuntabel, mendorong, memfasilitasi dan melindungi partisipasi masyarakat sesuai dengan amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Keluhan MBG mulai dari makanan kurang layak hingga UPF

Ilustrasi petugas dapur umum menyiapkan makanan untuk MBG (IDN Times/Halbert Caniago)

Berdasarkan laporan warga yang diterima, MBG Watch menyoroti berbagai macam persoalan utama. Rizky menyebut, laporan ini menunjukkan masalah yang sistemik dan meluas, bukan sekadar insiden kasuistik atau kelalaian prosedural saja. 

Pertama, maraknya kondisi makanan yang diterima oleh anak-anak sudah dalam kondisi kurang layak konsumsi, seperti misalnya nasi sudah berbau, ayam yang berlendir, dan lain sebagainya menunjukkan kegagalan keamanan pangan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Permasalahan kedua, ialah kondisi makanan UPF, yakni makanan yang diproses secara industri dengan banyak bahan tambahan, tinggi gula, lemak, dan garam, serta rendah serat dan mikronutrien. Konsumsi UPF yang tinggi pada anak-anak secara konsisten dikaitkan dengan penurunan kualitas gizi dan peningkatan risiko obesitas serta masalah kesehatan metabolik.

Hal ini berbanding terbalik dengan semangat awal program MBG untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi sebagai langkah untuk mendukung kualitas SDM Indonesia. WHO juga menyerukan agar pemerintah menetapkan standar makanan sehat melalui kebijakan pengadaan pangan publik.

Permasalahan ketiga, temuan Koalisi juga mengungkap adanya pelanggaran serius terhadap hak-hak pekerja SPPG. “Kami mencatat adanya dugaan eksploitasi dan penyalahgunaan wewenang, di mana para pekerja (buruh) SPPG dipaksa bekerja hingga 12 jam per hari tanpa jaminan kontrak kerja yang jelas,” katanya.

Keempat, laporan lain yang diterima berkaitan dengan pemutusan kontrak secara sepihak terhadap UMKM dan pengusaha kecil yang menjadi mitra penyedia pasokan MBG untuk SPPG.

Dzatmiati Sari selaku Koordinator Eksternal MBG Watch bahkan mengatakan, proyek MBG harus dihentikan dan dievaluasi terlebih dahulu. “Karena, tata kelola nya masih buruk, potensi korupsinya tinggi, keracunan tinggi,” kata Sari.

Dengan demikian, MBG Watch memastikan bahwa setiap laporan yang masuk dibaca, dianalisis, dan ditindaklanjuti oleh tim, serta diberi respons secara berkala untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas proses pengawasan. Dari laporan yang telah tervalidasi, delapan kasus telah ditindaklanjuti kepada dinas terkait dan Badan Gizi Nasional (BGN).

Editorial Team